[Ficlet] Of A Band-Aid and A Hug

moodjimichildhood

OF A BAND-AID AND A HUG

.

Childhood!AU, Slice-of-life, Friendship || Ficlet || K

.

Starring NCT’s Jisung and SMRookies Girls’ Lami

.

© 2016 by Gxchoxpie

.

I only own the plot

.

Big thanks to Dyvictory for the moodboard

.

“Kata mama, orang yang sedang sedih itu membutuhkan sebuah pelukan.”

.

== HAPPY READING ==

.

.

.

Bagi Jisung, tak ada hal yang lebih menyenangkan selain berteduh di bawah pohon mangga yang lebat sambil mengulum sebatang lollipop. Merasakan manisnya rasa cokelat yang mengecap di lidah, memutar-mutar batang lollipop-nya di dalam mulut agar makin banyak jejak rasa manis yang tertinggal di sekujur rongga mulutnya. Tadi ibu guru mengatakan bahwa mamanya menelepon ke sekolah untuk memberi tahu bahwa hari ini beliau akan menjemput Jisung sedikit terlambat, sehingga bocah tujuh tahun itu diminta untuk menunggu sedikit lebih lama. Dengan ditemani sebatang lollipop, menunggu tak lagi menjadi kegiatan yang menjemukan.

“Huhuhuhu ….”

Suara sedu sedan tersebut mengusik rungu Jisung. Ditolehkannya kepala ke kanan dan ke kiri, mencari sumber suara. Dengan berkomat-kamit Jisung memanjatkan doa agar ia tak bertemu makhluk halus. Kakaknya yang terpaut lima tahun sering menceritakan tentang makhluk-makhluk ajaib yang katanya kerap gentayangan di bumi. Meski sangsi hantu-hantu akan melancarkan aksi di siang bolong seperti ini, tetap saja kenyataan entah dari mana muncul suara tangisan sudah membuat bulu kuduk Jisung merinding.

“Huhuhuhuhu ….”

Suara ratapan itu masih berlanjut. Jisung mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman bermain sekolahnya, sebelum akhirnya maniknya tertumbuk pada sosok seorang gadis yang sedang duduk di ujung bawah seluncuran, dengan kedua kaki terlipat dan wajah yang tertelungkup. Kuncir duanya sedikit melonggar, membuat beberapa helai anak rambutnya terlepas. Dari mantel merah muda yang dikenakan serta tas ransel Barbie yang tergeletak di samping gadis kecil itu, Jisung dapat memastikan itu adalah Lami, teman sekelasnya.

Untuk beberapa saat, Jisung hanya menatap gadis kecil itu dengan penasaran. Mengapa gadis itu menangis? Mengapa tampaknya ia sangat sedih?

Dirundung rasa penasaran dan kasihan, Jisung beranjak dari tempat duduknya yang teduh di bawah pohon mangga, melangkahkan tungkai untuk menghampiri Lami. Nampaknya gadis itu terlalu sibuk menangis hingga tak menyadari presensinya.

Oii … ” Jisung menggoyangkan bahu Lami. Barulah gadis itu mengangkat wajahnya, menatap Jisung dengan manik bulatnya yang belinang air mata. Jangan lupa dua aliran sungai kecil yang mengalir menuruni pipi tembamnya.

“Kamu kenapa menangis?” tanya Jisung.

Lami tak langsung menjawab. Dengan telapak tangan ia mengusap kristal bening yang masih mengalir di pipi, meninggalkan sebuah noda hitam pada pipinya. Netranya mengerjap dua kali, memperjelas bayangan Jisung yang awalnya sempat terlihat buram karena tertutup air mata. Namun ekspresi sedih itu masih belum hilang dari wajahnya.

“Aku … aku tidak lulus jadi mayoret … ” jawab Lami di sela-sela isak tangisnya. Dua sekon kemudian, kristal bening kembali memenuhi pelupuk matanya. “Huhuhu … padahal Lami ingin sekali menjadi mayoret. Menjadi mayoret kan keren, memandu pasukan marching band hiks …. Memegang tongkat komando, baju yang dikenakan juga bagus … hiks … lalu tampil di barisan paling depan … Huhuhu ….” Lalu Lami kembali menundukkan kepala dan tenggelam dalam sedu sedannya.

Jisung tidak tahu bagaimana ia harus merespon cerita Lami, karena menurutnya menjadi mayoret tidaklah sekeren itu. Bahkan, jujur saja, dalam hati ia sempat menyahut ya sudah, kalau tidak berhasil jadi mayoret memangnya kenapa? Tetapi Jisung tahu bila ia mengucapkan kata-kata itu sebagai respon dari cerita Lami, ia hanyalah membuat suasana tambah runyam. Lagipula Jisung tidak ingin mendengar Lami tambah menangis sebab suara tangisan cempereng gadis itu cukup menusuk liang pendengarannya.

Ah! Tiba-tiba sebuah ide hinggap di benak Jisung. Pemuda kecil itu segera berlari menuju ransel biru tua motif Spiderman-nya yang masih tergeletak di bawah pohon mangga. Ia merogoh kantong depan untuk mengambil sebuah plester luka – yang selalu disiapkan ibunya kalau-kalau ia terluka. Dengan sebuah plester di tangan, Jisung kembali menghampiri Lami.

“Singkirkan tanganmu,” ujar Jisung pada gadis kecil yang masih menangis itu.

Lami menghentikan tangisnya sejenak dan mengangkat wajah, menatap Jisung bingung. “Huh?

Jisung tak berkata apa-apa. Dengan kepala yang tak lagi menunduk dan posisi duduk yang sudah berubah tegak, Lami tak lagi menutupi dadanya. Perlahan jemari Jisung membuka bungkus serta perekat plester, kemudian menempelkan benda kain kecoklatan itu pada seragam Lami, di bagian dada dekat jantungnya. Kepala Lami hanya mengikuti pergerakan tangan Jisung, seraya pertanyaan demi pertanyaan bermunculan di benaknya.

“Kamu sedang apa?” tanya Lami dengan suaranya yang masih bergetar.

Jisung tak menghiraukan pertanyaan Lami. Bocah itu malah melingkarkan lengan kecilnya di sekeliling leher sang gadis, memeluknya erat. Meski untuk sejenak Lami merasa tercekik akibat rangkulan Jisung yang terlalu erat, namun setelah menyesuaikan sedikit posisi duduknya, Lami dapat merasakan kehangatan tangan Jisung yang merangkulnya erat.

Hanya tujuh detik, sebelum akhirnya Jisung melepas rangkulannya. Menjawab pertanyaan tak terucap Lami yang hanya disampaikan dengan sorot mata, Jisung mulai berujar, “Kata mama, kalau ada yang luka, harus diobati dengan plester. Kau kan sedang sedih, itu artinya hatimu sedang luka. Makanya aku menaruh plester pada dadamu, agar hatimu cepat sembuh. Kata mama lagi, kalau ada orang yang sedang menangis, itu artinya ia butuh pelukan. Itu mengapa tadi aku memelukmu.”

Ah ….” Gadis itu mengangguk. Dihapusnya satu butir air mata yang masih tertinggal dengan punggung tangan.

“Sudah, jangan menangis lagi,” lanjut Jisung. “Nanti wajah cantikmu hilang.” Bocah itu pun merogoh kantong seragamnya, teringat akan sebuah lollipop yang masih tersisa dalam saku. Selama ini makanan yang manis selalu berhasil menjadi penghiburan bagi Jisung. Mungkin untuk gadis itu hal yang serupa juga berlaku. Jisung menyodorkan lollipop coklatnya pada Lami.

“Nah, aku punya lollipop. Kau mau?” tawar Jisung.

Lami mengambil lollipop tersebut. “Terima kasih,” balasnya masih dengan suara serak. Sudut-sudut bibir gadis itu perlahan terangkat, memamerkan deretan gigi putihnya.

Mau tahu bagaimana perasaan Jisung ketika ia berhasil mengembalikan senyum yang hilang di bibir Lami?

Tahu perasaan seorang pahlawan yang pulang dari medan perang dengan membawa berita kemenangan?

Nah, kira-kira seperti itulah yang Jisung rasakan.

 

-fin-

2 thoughts on “[Ficlet] Of A Band-Aid and A Hug

How does it taste?