[Song-Fic] I’ll be Your Man

Processed with VSCO with e8 preset

I’LL BE YOUR MAN

.

Romance, Angst, Hurt, Drama, Psychology || Ficlet-Mix || PG-17

.

Starring
BTOB’s Sungjae & Hyunsik

.

Based on
I’ll be Your Man by BTOB

.

© 2017 by Gxchoxpie and ayshry

.

We only own the plot

.

== HAPPY READING ==

.

.

.

[1]

“I’ll be your man,  I won’t ever let you go again.”

.

Dara bernama Janice Seo itu masih terbaring dengan kelopak mata terpejam. Di sekelilingnya, berbagai peralatan medis terpasang, disertai dengan selang dan kabel yang silang-menyilang, menyambungkan tubuh dara mungil tersebut pada monitor. Keadaan Janice amat kritis sehingga dapat dikatakan hidup dan mati gadis itu bergantung pada peralatan medis.

Sungjae menatap nanar sang gadis yang terbaring. Pikirannya kosong, karena kepalanya sakit tiap kali diajak berpikir. Tak dapat ia deskripsikan perasaannya mengenai Janice yang sedang terbaring lemah, yang hanya hidup berdasarkan belas kasihan dari Sang Empunya Nyawa. Yang pasti, hatinya sedang bergejolak sekarang.

Sungjae menghela napas panjang. Kalau ia punya kesempatan untuk memutar kembali waktu, ia akan mengambilnya, tanpa peduli apa pun resikonya.

Pikirannya melayang pada momen tiga jam yang lalu, tepat sebelum kecelakaan naas yang menyebabkan kesadaran Janice menghilang itu terjadi. Yook Sungjae, yang notabene berstatus sebagai kekasih dari Janice Seo, sedang menikmati kemesraannya dengan gadis lain bernama Oh Seunghee di backstage aula universitas.

Ya, bermesraan. Kau tak salah dengar. Bahkan kau boleh membayangkan suatu hal yang liar sekalipun karena memang itu yang mereka lakukan.

Sebut saja Sungjae adalah pria yang berengsek, yang berani menduakan hati kekasihnya, yang berani berselingkuh di belakang gadisnya. Siapa, sih, yang bisa menolak pesona Seunghee, dara seksi si visual dari klub teater kampus? Dan Sungjae pun tak dapat menyalahkan wajah tampannya yang membuat banyak hati para wanita berdebar hanya dengan melihatnya.

Namun, Sungjae tentu dapat menyalahkan perasaan bodohnya yang bisa-bisanya jatuh pada pesona Seunghee. Bahkan membutakan matanya dari Janice walau untuk beberapa saat.

Sungjae berani mengesampingkan status krusialnya hanya demi merasakan manisnya plum merah milik Seunghee.

Sampai akhirnya Janice menemukan mereka berdua, tepat ketika sepasang insan tersebut sedang saling bercumbu.

Janice bukan tipikal gadis dalam drama-drama yang akan berteriak histeris begitu mendapati kekasihnya berselingkuh, lantas menangis tersedu-sedu meminta semua orang mengasihani. Tidak. Yang gadis itu lakukan adalah mendekat Sungjae, lalu memberi sebuah tamparan keras pada pipi kanannya. Setelah itu beranjak pergi.

Sungjae-lah yang berinisiatif untuk mengejar langkah Janice, memutuskan untuk meluruskan kesalahpahaman yang telah ia timbulkan.

Namun terlihat jelas dari bahasa tubuhnya bahwa Janice sedang tak ingin disentuh. Tatapan menusuk yang dilemparkan sang gadis ketika berbalik sejenak mengisyaratkan agar Sungjae berhenti mengejar dirinya. Sungjae paham perasaan Janice, amarah serta kehancuran hatinya, rasa dikhianati, jijik, semuanya. Itulah yang membuat Sungjae enggan menaati perintah-tak-terucap sang kekasih, lantas kembali menyusul Janice dengan langkah panjangnya.

“BERHENTI MENGEJARKU, YOOK SUNGJAE!”

Mungkin Janice sudah tak tahan. Langkah gadis itu terhenti, lantas berbalik sehingga wajah murkanya kini berhadapan dengan Sungjae. Netranya jelas-jelas menyiratkan amarah, emosi yang meluap. Gadis itu melipat tangan di depan dada—bagi Sungjae adalah sebuah bentuk pengendalian diri dari hasrat ingin membunuhnya dengan tamparan.

“Maafkan aku, Janice-ah ….”

“Maaf?” balas Janice dengan nada sinis. “Kau pikir aku bisa lupa begitu saja akan adegan yang kulihat?”

“Itu bukanlah seperti yang kau pikirkan.”

“BASI!” Gadis itu murka. “Kau mau membeli alibi apa lagi, Tuan Yook? Bahwa itu adalah salah satu skenario dalam naskah teater? Ha?! Adegan panas? Heol, yang benar saja! Kau pikir aku bodoh?!”

Sungjae terdiam. Janice benar. Tak ada alasan yang bisa ia berikan kali ini. Ia mungkin bisa membohongi Janice untuk hal yang lain, tetapi tidak sekarang, di saat kedoknya sudah terbuka di mata sang kekasih.

“Kau mencintai Seunghee, ‘kan?” tembak Janice.

Sungjae buru-buru menggeleng.

“Kebohongan apa lagi yang ingin kau katakan? Tak mencintai gadis itu, tetapi rela memberi bibirmu untuk bercumbu, untuk saling melumat. Bukankah itu gila?!”

Pemuda itu pun terdiam.

“Aku lelah, Sungjae-ya. Aku lelah dengan semua sandiwaramu. Kalau kau mau mengakhiri hubungan, bilang saja. Tak usah bermain di belakangku seperti itu.”

“Tidak. Percayalah. Jauh di lubuk hatiku, aku masih ingin bersamamu. Janice-ah, aku tidak berbohong ketika mengatakan bahwa kaulah satu-satunya wanita yang aku cintai. Percayalah,” sanggah Sungjae.

Sayangnya, Janice hanya bungkam dan berbalik. Tak sedikit pun meresponi perkataan Sungjae, lantas mengambil langkah—bahkan berlari—meninggalkan pemuda itu. Baiklah, Sungjae sadar bahwa Janice lelah dengan semua kata-kata manisnya, tetapi ia tidak ingin meninggalkan pertikaian ini dengan tanpa penyelesaian. Karena itu, Sungjae pun ikut berlari mengejar Janice.

Entah apa yang gadis itu pikirkan seraya berlari, yang pasti tahu-tahu kedua insan itu sudah berada di gerbang kampus. Janice tampak terlalu sibuk mengurusi kehancuran hatinya, hingga tak memperhatikan jalan. Ia bermaksud untuk menyebrang, namun tak awas akan keadaan di kanan dan kiri. Hingga akhirnya ….

“JANICE-AH! AWAS!”

Terlambat. Sebuah truk yang memang melaju dengan kecepatan kencang menabrak Janice, membuat tubuh mungil itu terlempar beberapa meter kemudian terguling. Pemandangan yang mengerikan pun tak terelakkan. Janice tergeletak tak sadarkan diri dengan darah segar yang mengucur dari kepala serta hidungnya.

Sungjae buru-buru berlari menghampiri kekasihnya. Tangannya gemetar begitu melihat keadaan Janice. Kerongkongannya tercekat. Otaknya kosong bagai tak mampu diajak berpikir. Dadanya terasa sesak. Ia takut, takut bila sesuatu terjadi pada kekasihnya. Sebelum benaknya bisa bekerja, tahu-tahu sebutir kristal bening jatuh menuruni pipi. Dan sekon berikutnya tangis pemuda itu pecah.

Beruntung, warga sekitar yang melihat kejadian tersebut segera berinisiatif untuk menghubungi petugas darurat dan membawa Janice ke rumah sakit terdekat. Kalau tidak, mungkin nyawa gadis itu sudah tak tertolong.

Kembali dari kilas baliknya, Sungjae pun menggenggam tangan Janice yang terkulai. Diremasnya tangan mungil itu dengan erat, seraya likuid bening kembali memenuhi pelupuk maniknya. Godam penyesalan kembali menghantam dadanya, membuat emosinya memuncak, hingga akhirnya tak tertahankan dan tangisnya kembali pecah. Suara isakan diiringi erangan memenuhi setiap sudut ruangan rumah sakit tersebut.

Sungjae bersumpah, kalau saja ia diberi kesempatan untuk memutar kembali waktu, ia akan mengambil kesempatan itu, tak peduli apa pun yang harus ia korbankan. Ia ingin kembali ke masa dimana ia bisa membahagiakan kekasihnya, saat ketika Janice tersenyum lebar ketika memeluknya.

Atau … apakah kesempatan kedua itu ada? Sungjae sangat membutuhkannya. Ia perlu meyakinkan gadis itu bahwa ia sangat mencintainya.

Sungjae memejamkan kelopak matanya perlahan.

Tuhan …. Apakah kau masih mendengarku? Kumohon … berikan aku satu kesempatan lagi …. Aku akan memperbaiki semuanya …. Termasuk tingkah lakuku yang buruk ….

BODOH!

Frasa tersebut menggema di hati Sungjae, membuatnya tersentak. Seketika ia merasa tak layak. Memangnya orang penuh dosa sepertinya masih layak mengucapkan doa? Memangnya insan yang jelas-jelas telah berkhianat masih pantas menyebut nama Tuhan?

Mengapa ketika diperhadapkan pada situasi sulit, Sungjae baru bisa mengingat nama Tuhan? Di mana ingatannya ketika ia sedang berselingkuh di belakang Janice?

Namun dengan setitik asa terakhir yang masih terselip di dasar batinnya, Sungjae pun berbisik, “Tuhan … kau akan menjawab doaku, kan?”

TIIIIIIIINNNNNN….

Bunyi panjang dan monoton itu mengaburkan fokus Sungjae. Maniknya membulat seraya menatap garis hijau horizontal di layar monitor alat pendeteksi detak jantung. Kepanikan mulai melanda. Keringat dingin mengucur. Perasaannya seketika porak-poranda, terlebih ketika melihat kumpulan tim medis berbaju putih yang tahu-tahu telah datang dan mengelilingi tempat tidur Janice.

Manusia boleh berusaha, namun Tuhan yang berkehendak. Telah dilakukan berbagai upaya untuk mengembalikan nyawa gadis itu dari alam maut, termasuk memacu detak jantungnya dengan listrik berkekuatan tinggi. Namun hasilnya nihil. Garis hijau itu masih tergambar, tak berubah satu pola pun.

Maka Sungjae pun sadar bahwa Janice telah pergi untuk selama-lamanya. Meninggalkan dirinya dengan segudang penyesalan dan duka.

Saat itulah tangis Sungjae pecah. Tak akan ada kesempatan kedua untuknya.

.

Lord, please hear my prayer
Please give her back to me
You said you would listen
to the cries of a weak sheep
God, please, if you exist
I’ll fix everything, it hurts so much
Even me denying you – Even this habit of
only looking for you at times like this

==000==

[2]

“The earnest prayer which is always speaking my mind. Before I knew it, I prayed for you to the dark sky.”

.

Hyunsik melabuhkan pandangan nanar kepada seorang gadis yang memakai dress hitam selutut di ujung sana. Gadis yang tengah tertawa riang bersama teman-temannya itu entah sejak kapan membuat atensi seorang Lim Hyunsik teralihkan sepenuhnya. Diam-diam, Hyunsik mengulum senyum lantas menundukkan padangan ketika tanpa sengaja manik mereka bersirobok. Hyunsik dirundung malu pun rasa tak pecaya diri. Baginya, gadis itu amat spesial hingga menatap matanya secara langsung pun sulit dilakukan.

Well, jika ditilik lagi, gadis yang tak lain adalah kawan satu gereja dengannya adalah seseorang yang membuat jantungnya berdegub tak karuan; membuat tubuhnya memanas dengan tak normal; membuat ribuan kupu-kupu menggelitik perutnya. Hyunsik menyukainya, ah, tidak, yang dirasakan pemuda itu tidak hanya sebatas rasa suka, melainkan perasaan yang lebih mendalam yang mendorongnya untuk memiliki si gadis.

Namanya, Carolyn Chae. Gadis dengan rambut seleher yang selalu dihiasi pita kecil dibagian poni. Senyumnya manis sekali, ditambah sepasang lesung pipi yang selalu muncul ketika ia menarik garis simetris. Tidak mengherankan, bukan, jika seorang Hyunsik bisa jatuh hati padanya?

Tetapi masalahnya, Carolyn tidak pernah memiliki keinginan untuk membalas perasaan Hyunsik.

Gadis itu—kelewat—jutek, Hyunsik pun mengakui. Terkadang sikapnya kasar dan terkesan acuh tak acuh. Sudah berulang kali pemuda itu mencoba mendekati namun penolakan-penolakan selalu menyambutnya dengan ganas.

Sementara Hyunsik masih membiarkan pikirannya bergerumul dengan perasaannya terhadap si gadis, tiba-tiba maniknya menangkap pergerakan si gadis. Refleks, Hyunsik yang kala itu sudah memantapkan hati untuk datang dan menyapa, menyeret tungkainya dengan cepat menyusul si gadis.

“Hei, Olyn!” Hyunsik menyapa, membuat si gadis menghentikan langkah lantas mengalihkan padangan. “Sudah mau pulang, hm?”

Hyunsik tahu betul jika gadis yang kerap ia sapa Olyn itu langsung menyambutnya dengan raut tidak suka. Tetapi mau bagaimana lagi? Rasa cinta sudah mendominasi, pun Hyunsik tak bisa mundur dalam situasi seperti ini.

“Ada apa?” Balasan jutek dari Carolyn tak membuat senyum Hyunsik memudar.

“Hanya ingin menyapa.” sahut Hyunsik. “Selamat hari minggu. Oh, dan ini …,” Menyerahkan setangkai mawar merah pada si gadis, Hyunsik lalu melanjutkan, “omong-omong, kau terlihat cantik dengan dress itu.”

Carolyn menerima bunga dengan separuh hati. Hyunsik tahu benar jika si gadis ingin lekas pergi, sebab kawan-kawan yang lain sudah mendahului dan saling berbisik kini.

“Oh, terima kasih. Kalau begitu, aku pamit dulu.” Baru saja tungkai panjang milik Carolyn hendak berangkat, satu tarikan di tangan membuat si gadis mengurungkan niat. “Ya?”

“Aku … hm, bisa ikut aku sebentar ke belakang gereja? Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu.”

“Silakan katakan saja.”

“Tidak … aku tak bisa mengatakannya di sini, Olyn. Tidak dengan berpasang-pasang mata yang melihat ke arah kita.”

Carolyn lekas menilik ke arah belakang, dimana beberapa temannya tengah mengawasi dengan raut yang sulit dijelaskan. Mengembuskan napas kuat-kuat, kentara sekali jika Carolyn tak merasa nyaman dengan situasinya kini. Tetapi, ia tak terlihat ingin memberikan penolakan, setidaknya ia masih punya rasa sopan dengan tidak mengusir seseorang di depan banyak orang.  Hingga pada akhirnya, Carolyn pun memberikan anggukan. “Tidak lama-lama, mengerti?”

“Tentu saja. Aku tidak memerlukan waktu yang lama. Aku berjanji.”

***

Gelap.

Carolyn tak ingat apa yang terjadi padanya sebelumnya, dan di mana kini ia berada. Kepalanya terasa amat sakit. Pandangannya tertutup sesuatu. Kedua tangannya terikat, pun kakinya. Oh, apa yang terjadi pada gadis itu?

“Olyn?”

Rasa takut merambat tanpa bisa dicegah. Carolyn ingin berteriak namun sesuatu menyumbat mulutnya. Tangisnya pecah. Pundaknya naik-turun tak beraturan, sedang wajahnya kini penuh dengan cairan bening nan asin.

“Hei-hei … kenapa menangis, huh? Ke mana perginya Carolyn yang selalu bersikap kasar padaku?”

Carolyn masih menangis. Dia tahu benar siapa pemilik suara tersebut. Terlalu familier pun amat dekat. Kemudian, gadis itu akhirnya berhasil membawa kembali ingatannya yang sempat kacau. Perihal ia yang menghadiri acara gereja di pagi hari; perihal ia yang sedang tertawa bersama kawan-kawannya; perihal seseorang yang mendekatinya lalu menyerahkan setangkai mawar merah; perihal ia yang pada akhirnya menerima ajakan Hyunsik untuk pergi ke belakang gereja. Dan di sinilah ia kini. Disekap di ruang asing bersama seorang pemuda yang membawanya tadi: Lim Hyunsik.

“Sstt, kau akan baik-baik saja.” Pemuda yang tak lain adalah Hyunsik itu membiarkan tangannya bersarang di pundak Carolyn yang bergetar. Satu sentuhan tiba-tiba tersebut membuat Carolyn terpekik tertahan, rasa takut tak lagi terkontrol.

Satu sentakan kuat membuat bekapan di mulut terlepas, pun matanya yang sempat tertutup kini telah berhasil menangkap cahaya. Carolyn semakin kacau. Menjerit sekuat yang ia mampu, gadis itu dengan tatapan awas ingin segera lepas dari jeratan pemuda tak waras itu.

“Oh, Olyn-a, percuma kau berteriak seperti itu. Takkan ada yang mendengarmu, Sayang.”

“Hyunsik … a-apa yang kau lakukan padaku?” Disela tangis yang tak tahu kapan akan terhenti, Carolyn membiarkan suara paraunya menguar. Keadaan di sekitar sungguh menakutkan. Ia pun tak tahu di mana tepatnya ia berada. Terlihat seperti bangunan tak berpenghuni yang sudah retak di sana-sini.

“Ya? Kau bertanya tentangku? Wah, tidak seperti Olyn yang biasanya. Kau sudah memiliki ketertarikan padaku, hm?”

“Lim Hyunsik ….” Carolyn yang masih kalut tak lagi mampu berpikir dengan jernih. Keadaan sungguh tak menguntungkan kini, jadi menangis adalah satu-satunya cara untuk ia mengekspresikan diri.

“Aku menyukaimu.” Hyunsik melangkah menjauh, mengambil sesuatu mengilap dari atas meja yang sudutnya tak lagi berbentuk lantas menyeringai ke arah si gadis yang terikat menyatu dengan bangku. “Dan kau sudah mengetahuinya, bukan? Tapi … kau dan egomu itu, dan semua teman-temanmu yang payah, selalu saja menjauhiku. Apa salahku hingga kalian memperlakukanku seperti ini, huh?”

Melangkahkan kakinya secepat yang ia mampu, Hyunsik kini telah berada tepat di hadapan si gadis yang terikat. Ia menyeringai sembari melayangkan tatatapn lekat. Benda mengilap di tangan telah tampak dengan jelas. Carolyn pun tak bisa menahan diri agar tak memekik sekuat yang ia mampu.

“DIAM KAU!”

Satu tamparan keras mendarat di pipi sang gadis hingga menyisakan noda merah di sudut bibir. Hyunsik tertawa lantang. Mengabaikan pekik sakit pun jerit ketakutan si gadis, sepertinya sudah ada hal lain di dalam diri Hyunsik yang memancingnya untuk melakukan sesuatu yang tidak biasa. Penculikan. Penyiksaan. Dan mungkin yang terakhir adalah … pembunuhan.

“Kautahu? Setiap hari aku selalu memanjatkan doa kepada Dia yang selalu kau puja. Meminta-Nya agar memberiku kesempatan bersamamu, agar bisa mencurahkan kasih sayang kepadamu. Aku menyebut namamu di dalam doa-doaku, tapi kau … kau bahkan tak sudi menyebut namaku saat bertegur sapa, ah, tidak-tidak, kau bahkan enggan melihatku, bukan? Ck, dasar perempuan sok suci!

“Kuakui kau sungguh memesona. Kau memenangkanku. Hati dan pikiran. Segalanya tentangku telah teralihkan oleh eksistensimu. Kau masih ingat pertemuan pertama kita? Aku … tentu saja masih mengingatnya dengan amat jelas. Dress peach dengan pita kecil mengelilingi pinggang. Tas selempang dan heels berwarna senada. Kala itu kau menonton konser bersama teman-temanmu, bukan? Dan, yeah … sejak saat itu kau telah mencuri hatiku. Sepenuhnya.”

“A-aku … aku tak tahu jika—“

“Apa yang tak kau ketahui, Sayang? Aku mengikutimu ke mana-mana. Sengaja memilih pergi ke gereja dimana kau selalu memuja-Nya. Memberimu hadiah-hadiah kecil setiap hari minggu. Mengirimimu pesan setiap saat. Memberikan seluruh perhatian yang tak pernah kudapatkan darimu. Tidak sekali pun. Aku benar, bukan?”

“Tapi … Hyunsik-a … kurasa, bukan seperti ini seharusnya. Aku … kumohon, maafkan aku.” Carolyn yang ketakutan berujar dengan suara bergetar. Dunianya seakan runtuh. Ia tak tahu segala sesuatu yang ia lakukan bisa membawanya pada keadaan semengerikan sekarang. Ia tak pernah berpikir jika Hyunsik memiliki sisi gelap yang tak tertolong. “Kumohon … maafkan aku dan lepaskan aku. Aku akan … aku berjanji tidak akan menceritakan hal ini kepada orang lain, tapi … kumohon—“

“PERSETAN DENGAN SEMUANYA!” Hyunsik memekik. Matanya memerah, memperlihatkan kemarahan yang selama ini ia sembunyikan. “Apa? Memaafkanmu? Kau sedang bercanda denganku, Olyn? Dasar perempuan tak tahu diri!”

“O-oh, Hyunsik-a … kumohon, aku—“

“DIAM KAU!” Menendang kaki kursi hingga patah dan menyebabkan si gadis terjatuh ke atas lantai dingin yang kotor, tawa Hyunsik kembali menggelegar. Masa bodoh dengan tangisan si gadis yang semakin tak terkendali, pemuda Lim itu telah membulatkan tekad. “Dengarkan aku, Sayang … jika kau tak ingin menjadi milikku, maka tak ada satu orang pun yang boleh memilikimu. Kau mengerti?”

“Maafkan aku ….”

“Tak ada gunanya memohon ampunan, Sayang. Kau sudah kelewatan. Aku juga tak bisa menahan diri lebih dari ini. Kau merusak segalanya. Jadi, aku sudah memikirkan cara terbaik agar kau tak lagi menghinaku, tak lagi mencemoohku, dan selalu berada di sisiku. Aku … akan membawamu menemui Tuhanmu.”

Hyunsik menyeringai lalu berlutut di hadapan si gadis yang tergeletak di tanah. Menarik rambut Carolyn dengan sekali sentakan, pemuda itu menyunggingkan senyuman demi menyambut wajah cantik si gadis idaman. Tak ia acuhkan muka si gadis yang penuh airmata, tak pula peduli dengan jeritan tangis yang tak kunjung reda. Hyunsik sudah dirasuki setan yang membuatnya buta, baik itu hati maupun mata. Tak lagi bisa mengendalikan pikiran pun tubuhnya sendiri, ia memilih untuk menjadi seseorang yang sungguh hina. Biarlah, toh ia memang sudah sehina itu sebelumnya. Karena baginya, hanya ia yang boleh memiliki seorang Carolyn, hanya ia yang bisa menjadi lelakinya.

Ketika pikiran-pikiran tentang si gadis memenuhi kepalanya, tanpa menunggu lebih lama lagi, lekas saja Hyunsik ayunkan benda mengilap yang tak lain adalah belati yang tajam. Menghunus jantung si gadis dalam-dalam, membiarkan darah segar mengalir membasahi tangan. Hyunsik mencabut pisaunya disusul lolong kesakitan dari Carolyn yang sekarat. Merasa belum puas, satu tusukan ia hadiahkan di perut kanan si gadis, menembus hati pun organ lain di dalam sana. Tak butuh waktu lama hingga Carolyn kehilangan tenaga pun kesadaran. Hyunsik merasa tenang, terlebih ketika kedua mata si gadis tertutup perlahan dan tubuh lemahnya pun terkulai di dalam pelukan.

“Jika aku tahu memilikimu dengan cara seperti ini adalah jalan yang mudah, maka aku sudah melakukannya sejak lama. Oh, Carolyn … kau terlihat sangat cantik dengan dress hitam yang kini tertutupi bercak merahmu. Dan sekarang, gadis cantik yang selalu kuidam-idamkan telah menjadi hadiah spesial dari-Nya, terimakasih karena sudah mendengar doa-doaku, terimakasih karena sudah mempercayainya kepadaku. Aku … akan menjaga Carolyn seperti aku menjaga diriku sendiri, karena hanya aku … yang berhak menjadi pemiliknya, aku adalah lelakinya, mulai sekarang, besok dan selamanya ….”

.

“Always on my mind, always always on mind

That girl is on my mind

24/7 365

I’ll be your man

I’ll never let you go again”

-fin-

4 thoughts on “[Song-Fic] I’ll be Your Man

  1. ya ya ya aku tau ini kita janjian bikinnya dari jaman kapan dan kamu udah ngirim punyamu dari jaman kapan DAN AKU BARU BISA KELARIN SEKARANG /bunuh saja daku, bunuuuuuhhhh/

    Wis lah ya. Pertama kukira janice kecelakaan biasa kaga karena sungjae selingkuh (bikos awalnya baca separoh paroh) dan e e e e ternyata sungjae selingkuh ah elah sementang elu gans ye mas eh dek eh gatao ah pokoknya elu deh elu pfft

    Dan ya well ya gitu penyesalah terakhir ya mas, diawal daftar aje dulu kali aja bisa dapet diskonan /plak/

    Oke, pokoknya ficmu ngena banget sama lagunya dan punyaku pfft mbuhlah kenapa jadi zaiko begitu hahaha hahaha hahaha next ya kak next, when i was your man~~

    P.s: semangat buat persiapan menyambut UN! Oppa padamoeh ihiq

    Liked by 1 person

  2. ingin mengumpaaattt hhh tapi dosa yaa kalo mengumpat di sini :”))))))))
    MAU KOMEN TEBAR KEPSLOK YAA JANGAN PROTES KALIAN BERDUA /KRIK/
    YOOKSUNGJE JEBAAAALLLLL OGEB BENER UDA BIKIN ANAK ORANG PATAH HATI MALAH MAKIN APES DITINGGAL TUH CEWE KAN ANJIR. YA SIAPA YANG GA NGAMUK LIAT PACARNYA LAGI KISSEU SAMA CEWE LAIN ANJIIIIRR INAKSJHDHFHFFF /KEPLAKIN SUNGJE/ YA GAADA KESEMPATAN KEDUA LAGI KALO JANICE UDA MATI WKWK NANTI KETEMU DI SURGA AJA LAGI YA SUNGJE JAN NAKAL LAGI KALO UDA KETEMU /KRIK

    LALU YANG IMHYUNSIK JUGA KAMPRET PISUUUNNNNN ;;;;;; MUKA KALEM BEBAIK TAUNYA PSIKOPAT MANCAABSSSS. namanya olyn jd keinget temenku anaknya alihalih jutek galak malah receh senusantara jd serada gagal bayanginnyaa /dikeplak/

    TOLONG KALIAN BERDUAA ITU LAGULAGU BITUBI BANYAK KO YANG WORTH IT BUAT DITULISSS HAHAHA KUBERHARAP KALIAN NIS YANG KAYA BEGINI LAGI TAPITAPI CASTNYA KAK IRUN DONG SESEKALI /DIGAPLOK/ XD

    dah ah mau ngacir dulu. soriii ya ce malah jadinya rusuh begini hahahahahaha. bubaaaayyyyy ❤

    Like

    • ANJUU INI BENERAN KEPSLOK SEMUA KAK 😀
      iya kan becoz sungje apa ya sok sokan selingkuh mentang2 gans dia kamfray dia kak… wes cweknya meninggal aja nyeselnya setengah mati…
      buat yang kaay kuserahkan aja pada authornya ya hihihi 😀
      makasih kak ris wes mampir…

      Like

How does it taste?