[Oneshot] Long Time No See

gxchoxpie___ec98a4eb9e9ceba78cec9db4eb84a4ec9a94.jpg

LONG TIME NO SEE

.

Friendship, Romance, Sad, Drama || Oneshot || PG-13

.

Starring
EXO’s Kai, F(x)’s Krystal

.

“Look how time reunite us.”

.

© 2017 by Gxchoxpie

.

I only own the plot. Poster by #ChocoYeppeo

.

== HAPPY READING ==

.

.

.

Kim Jongin melangkah meninggalkan ruang kelasnya, sambil memanggul tas ransel biru kecil bergambar Donal bebek di punggung. Sementara di lehernya tergantung sebuah botol minum hijau bergambar Mickey Mouse. Jongin mengeluarkan lollipop rasa cokelat pemberian Oh Sehun dari kantong celana, membuka bungkusnya, membuang plastik sampah itu sembarangan, lalu mulai mengulum lollipop tersebut.

“Ya, Kim Jongin!”

Suara teriakan cempereng seorang perempuan membuat langkah pria kecil itu berhenti. Jongin membalikkan badan. Sekitar sepuluh langkah di hadapannya terdapat seorang gadis cilik berkulit putih dengan rambut dikuncir dua. Gadis cilik itu bernama Jung Krystal, dan merupakan teman sekelas Jongin. Sebuah tas ransel pink bergambar Barbie bergaun biru mengkilap tergantung di punggungnya. Gadis kecil itu tersenyum lebar pada Jongin, sementara jongin hanya memandang Krystal dengan tatapan penuh tanya.

Gadis cilik itu mengangkat tangannya, lalu membuat lambang hati dengan tangannya di atas kepala. “SARANGHAE, JONGIN-AH!!” seru gadis kecil itu.

Jongin hanya mendengus melihat tingkah gadis itu, sementara Krystal terkikik kecil lalu berbalik dan berlari meninggalkan Jongin. “Ya! Jinri-ya! Sudah kulaksanakan! Kau dimana?!” teriak gadis cilik itu sebelum akhirnya berbelok menuju salah satu lorong dan Jongin tidak mendengar suaranya lagi. Jongin menggelengkan kepalanya sejenak, lalu melanjutkan langkahnya menuju lapangan parkir sekolah dimana sang ibu telah menunggu.

***

15 tahun kemudian…

Jung Krystal menarik kedua tangannya ke atas, lalu meregangkan kesepuluh jarinya yang terasa kaku. Gadis itu mengambil karet rambut hitam yang tergeletak di meja dan mengikat rambutnya menjadi ikatan ekor kuda. Meskipun pendingin udara telah dinyalakan, tetapi bagi Krystal hawa tetap terasa panas di balik jas putih dokternya. Krystal duduk sambil menyilangkan kaki kanan, merogoh kantong jasnya, mengeluarkan ponsel dengan flip cover ungu muda, lalu jemarinya yang lentik itu menekan layar ponsel beberapa kali. Jam prakteknya hari ini telah selesai dan gadis itu memutuskan untuk bersantai-santai sejenak untuk lima belas menit sebelum akhirnya pulang.

Tepat ketika Krystal hendak bangkit berdiri dan pulang, terdengar suara ketukan dari pintu ruang prakteknya. Pintu terbuka dan seorang perawat melongok ke dalam sambil menyunggingkan seulas senyum ramah.

Krystal menoleh dan membalas senyum ramah perawat tersebut. “Oh, Jieun-ssi. Waeyo?”

Perawat itu pun masuk lalu meletakkan map hijau yang ia dekap ke atas meja kerja Krystal. “Dokter Jung belum akan pulang, kan? Ada seorang pasien yang sedang menunggu. Seharusnya ini adalah pasien dokter Park, tetapi sekarang dokter Park sedang berbulan madu bersama pengantin barunya ke Maldives.”

Krystal membaca sekilas info pasien barunya. Kim Kai. Krystal memiringkan kepalanya sedikit. Nama yang unik, batin Krystal. “Baiklah, suruh dia masuk,” ujar Krystal sambil menyerahkan map itu kembali pada sang perawat. Perawat itu membungkukkan badan dan pergi meninggalkan ruang praktek Krystal.

Beberapa saat kemudian seorang laki-laki dengan jaket hitam dan postur yang cukup tinggi masuk. Lelaki itu duduk di kursi di hadapan Krystal. Krystal menyunggingkan senyum ramahnya. “Annyeonghaseyo, Kim Kai-ssi,” sapa Krystal.

Lelaki itu mengangkat wajahnya dan menatap Krystal. Krystal dapat melihat keterkejutan di mata lelaki itu ketika ia menatapnya. Krystal berdeham sejenak. Walau merasa canggung ditatap seperti itu, ia tetap harus bersikap profesional. “Sebelumnya saya meminta maaf karena dokter Park pergi berlibur begitu saja tanpa pemberitahuan apapun. Baiklah, Kim Kai-ssi, apa yang bisa saya bantu?”

Lelaki itu masih menatap Krystal tanpa kedip. Beberapa saat kemudian, terdengar suara gumaman pelan dari lelaki itu.

“Kau …. Kau tidak mengenalku?”

***

Untuk kesekian kalinya Krystal kembali tertawa, kali ini sambil sesekali memukul setir mobilnya yang dilapisi kain berwarna biru muda. Kim Kai alias Kim Jongin yang sedang duduk di kursi penumpang sebelah gadis itu menoleh, lalu tersenyum. “Apa lagi kali ini?” tanya pria tersebut.

Mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang. Keduanya baru saja menikmati makan malam di restoran ayam dekat rumah sakit tempat Krystal bekerja, dan karena kebetulan letak studio latihan Jongin sejalan dengan arah pulang Krystal, gadis itu menawarkan diri untuk mengantar Jongin ke studio. Krystal pikir tak ada salahnya menghabiskan malam akhir pekannya bersama lelaki itu setelah sekian lama mereka tidak bertemu.

“Hmm?” Krystal menoleh sejenak, lalu kembali berkonsentrasi ke jalan di depannya. Gadis itu menggelengkan kepala. “Ani, aku hanya tidak menyangka akan bertemu denganmu seperti ini. Waktu berlalu begitu cepat, ya? Kapan terakhir kali kita bertemu? Saat kita lulus sekolah dasar?”

Jongin menerawang sejenak. “Mungkin ….”

“Setelah itu kau melanjutkan sekolah di mana?” tanya Krystal.

SOPA,” jawab Jongin bangga.

Mata Krystal membulat. Cepat-cepat ia menoleh ke arah namja yang sedang senyum-senyum itu. “SOPA? Seoul School of Performing Arts? Sekolah seni terkenal itu?” Krystal menggelengkan kepala sambil mendecakkan lidah, tidak percaya. “Wah …. Daebak ….”

“Aku juga tidak menyangka kau akan menjadi dokter,” balas Jongin. “Kau tahu, waktu SD kau sama sekali tidak memiliki wajah seperti seorang dokter.”

 “Memangnya aku terlihat seperti apa?”

Jongin sibuk berpikir. “Hmm … seperti apa, ya? Entahlah, yang pasti saat itu kau sama sekali tidak terlihat cocok untuk menjadi seorang dokter. Kau ingat dulu nilai ilmu pengetahuan alammu paling jelek di kelas kita? Auu!” Jongin mengaduh kesakitan ketika Krystal memukul pahanya cukup keras, tetapi tak urung lelaki itu tertawa juga.

Krystal mengibaskan rambut kecoklatannya ke belakang. “Kau sendiri? Memangnya aku akan menyangka bahwa kau akan menjadi main dancer dari salah satu boyband terkenal? Apa tadi namanya? Ekso?”

“EXO,” ralat Jongin.

“Apapun itu,” lanjut Krystal. “Aku memang tahu bahwa kau pandai menari, bahkan kau mengambil ekstrakurikuler balet sejak SD. Tapi aku pikir kau akan berakhir dengan menari Swan Lake bersama seorang gadis yang bergaun mekar di panggung pertunjukkan. Siapa yang menyangka seorang Kim Jongin akan berakhir menjadi salah satu idol?”

Jongin hanya tertawa mendengar celotehan Krystal.

“Dan, omong-omong, ada apa dengan Kai?” tanya Krystal lebih lanjut. “Sejak kapan kau mengganti namamu menjadi Kai atau Kim Kai atau semacamnya?”

Stage name,” sahut Jongin. “Terkadang orang akan lebih mengenali seorang idol dengan stage name-nya. Kalau kau bertanya apa arti dari nama ‘Kai’, biar kujelaskan. Kai dalam bahasa mandarin berarti membuka. Kalau kau mengikuti perkembangan EXO dari awal kami debut – aku yakin kau tidak melakukannya – kau akan melihat hampir setengah dari video teaser kami diisi oleh wajahku. Aku juga tidak mengerti mengapa mereka memilihku. Mungkin karena aku pintar menari dan juga memiliki wajah yang tampan. Kau tahu, Krystal-ah, selain menjadi main dancer, aku juga menjadi salah satu visual di EXO.”

Krystal tertawa mendengar penjelasan Jongin. “Aku tidak mengerti tentang istilah-istilah yang kau sebutkan tadi, tuan Kim. Tetapi aku bisa mengambil kesimpulan,” Krystal menatap Jongin, “kau hebat.”

Lelaki itu tersenyum kecil. “Sekali-kali kau harus mencoba menonton konser kami.”

“Boleh.” Krystal mengangguk. “Kalau aku ada waktu, ya.”

Hening sejenak. Krystal kembali berkonsentrasi pada jalanan di depannya. Sesekali mulutnya bersenandung lagu-lagu dari solois Lyn yang diputar di mobilnya.

“Krystal-ah,” panggil Jongin, memecahkan keheningan.

“Hmm?” Krystal tidak mengalihkan pandangannya dari jalan raya.

“Sudah lima belas tahun. Apakah perasaanmu masih sama terhadapku?”

Kali ini Krystal menoleh. “Huh?”

“Apa kau masih menyukaiku?”

Gadis itu beruntung karena ia tidak perlu menjawab pertanyaan Jongin yang entah kenapa membuat jantungnya berdegup kencang dan keringat dingin mengalir di punggungnya. Begitu melihat gedung SM Entertainment di sisi jalan, Krystal segera menepikan mobilnya dan membuka kunci pintu mobil. “Sudah sampai, Jongin-ah. Itu gedung SM, bukan?”

“Oh? Eoh.” Jongin mengangguk kecil. Lelaki itu membuka sabuk pengamannya dan keluar dari mobil. Sebelum menutup kembali pintu, Jongin melambaikan tangannya sejenak pada Krystal. “Gomawo, Krystal-ah. Jeongmal gomawo. Senang akhirnya bisa bertemu denganmu lagi setelah sekian lama,” ucap Jongin dengan senyum lebar.

Krystal membalas senyuman itu. “Aku juga, Jongin-ah. Tidak kusangka kita akan bertemu kembali seperti ini. Jaga kesehatanmu!”

Arasseo,” Jongin mengangguk. “Aku akan menghubungimu nanti.”

“Aku sudah memberikanmu kartu namaku, kan?”

“Sudah, kok.”

“Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu. Annyeong, Jongin-ah ….”

Annyeong, Krystal-ah ….”

Krystal menunggu Jongin sejenak untuk masuk ke gedung tempat kerjanya itu sebelum ia kembali menjalankan mobilnya. Sepanjang perjalanan, bahkan sampai ia tiba di apartemennya, perkataan Jongin terus-menerus terngiang. Apa kau masih menyukaiku? Apa kau masih menyukaiku?

 “Apakah aku masih menyukai Jongin?” Krystal akhirnya tidak tahan untuk tidak menyuarakan apa yang ada di dalam hatinya. Sesaat kemudian gadis itu memukul kepalanya sendiri. “Aish!  Aku bisa gila!”

Gadis itu mendudukkan bokongnya di tempat tidur. “Itu hanyalah cinta monyet anak sekolah dasar yang bodoh. Pasti aku sedang dalam pikiran tidak sehat sampai bisa menyukainya waktu itu. Ah, memalukan sekali ….” Krystal menutup mukanya dengan tangan dan membaringkan diri. “Tetapi, apa saja yang telah ia lakukan selama lima belas tahun? Sejak kapan ia menjadi tampan seperti itu? Apakah ia melakukan operasi plastik? Astaga, aku saja hampir tidak mengenalnya tadi.”

Bunyi ponsel yang berdentang dua kali menandakan ada pesan masuk. Tanpa beranjak dari posisi, tangan gadis itu bergerak meraba-raba tempat tidur mencari ponsel. Ketika dapat, Krystal membuka flip cover ponselnya dan membuka pesan masuk tersebut.

Annyeong, chagiya. Sedang apa? Sedang memikirkanku? J   -KJI-

Krystal segera terdudduk begitu membaca pesan singkat itu. “Mwoya … ” gumam Krystal sambil menggelengkan kepala, namun tak urung seulas senyum terukir di bibirnya tanpa bisa dicegah. Jemarinya mulai mengetik membalas pesan tersebut.

Sedang bersiap-siap untuk tidur. Puas? Dan panggilan macam apa itu, Kim Jongin-ssi? Memangnya kita berpacaran?

Balasan dari Jongin datang satu menit kemudian. Oh, baiklah. Kau pasti lelah mengurusi berbagai macam pasien. Jaga kesehatanmu, jangan sampai kau juga tertular penyakit. Nanti siapa yang akan memeriksa mereka semua? Selamat tidur, teman baikku. Aku akan menghubungimu lain kali.

Krystal membalas pesan tersebut. Astaga, tuan Kim. Penyakit jantung itu tidak menular. Tetapi terima kasih karena telah mengkhawatirkanku. Aku akan menjaga kesehatanku. Kau juga jaga kesehatan, jangan sampai terlalu lelah. Selamat malam, Jongin-ah.

***

Sudah hampir dua bulan berlalu sejak pertemuan Krystal dan Jongin di rumah sakit. Sejak itu mereka tidak pernah bertemu lagi karena jadwal mereka yang padat, terutama untuk Jongin yang akan mengadakan konser dalam waktu dekat. Mereka memang masih sering menelepon satu sama lain atau saling berkirim pesan, tetapi hal itu pun akhir-akhir ini sudah jarang dilakukan akibat kesibukan mereka. Kalau boleh jujur, awalnya Krystal merasa kehilangan Jongin dan merasa kecewa ketika lelaki itu tidak membalas pesannya. Namun seiring dengan kesibukannya, lama-lama rasa kehilangan itu tak pernah ia rasakan lagi. Lagipula, selama lima belas tahun gadis itu sudah bisa hidup tanpa sosok Jongin, berarti sekarang ia pun bisa.

Hari ini Krystal tidak ada jadwal praktek, dan gadis itu memutuskan untuk menggunakan hari liburnya untuk membereskan kamar tidur. Gadis itu berniat memulai dari membereskan lemari pakaiannya, namun begitu menemukan cat kuku berwarna nude di balik tumpukan baju, niat Krystal pun buyar. Dan di sinilah ia sekarang, duduk di lantai kamar dengan bersandar pada dinding, sedang meniup-niup kuku kaki dan tangannya, hasil cat kukunya yang menurut gadis itu tidak terlalu buruk.

Bunyi lagu Back in Time dari solois Lyn menandakan ada panggilan masuk. Dengan penuh kehati-hatian gadis itu menggunakan satu jarinya untuk membuka flip cover ungu ponselnya. Nama Kim Jongin tertera di layar ponsel. Bibir Krystal kembali membentuk seulas senyum. Satu jarinya menekan layar ponsel untuk menjawab panggilan itu. Ia juga mengaktifkan mode pengeras suara agar ia tidak perlu memegangi ponsel karena gadis itu takut cat kukunya yang masih setengah kering akan rusak.

 “Oh, Jongin-ah. Waeyo?” sapa Krystal yang kemudian mulai meniup-niup kukunya kembali.

“Krystal-ah, apa kau ada jadwal praktek hari ini? Kau dimana?”

 “Tidak. Ini adalah hari liburku. Aku sedang berada di apartemenku sekarang.”

 “Di mana alamat apartemenmu? Bisakah aku menemuimu sekarang?”

Krystal menangkap perubahan suara lelaki itu. “Ya, Jongin-ah. Ada apa denganmu? Gwaenchanha?”

Suara Jongin terdengar tambah bergetar. “Aku rasa aku membutuhkanmu sekarang ….”

Gadis itu cepat-cepat mematikan pengeras suara dan mendekatkan ponsel ke telinganya. “Kim Jongin, cepat katakan kau di mana sekarang. Biar aku saja yang menemuimu.”

Jongin mengatakan bahwa ia berada di taman rumah sakit tempat Krystal bekerja. Krystal cepat-cepat pergi ke tempat Jongin setelah sebelumnya bersiap-siap dengan tergesa-gesa. Begitu sampai di taman rumah sakit, Krystal melihat Jongin yang berbalutkan jaket hitam tebal, sedang duduk di kursi taman. Lelaki itu menatap ke depan, tetapi tatapannya kosong.

 “Jongin-ah ….” Krystal duduk di sebelah Jongin.

Jongin menoleh sejenak, kemudian ia memeluk Krystal erat-erat. Refleks gadis itu menggeliat berusaha melepaskan diri, namun sepertinya Jongin tidak berniat untuk melepaskan pelukannya.

“Sebentar … sebentar saja. Biarkan aku memelukmu seperti ini,” ujar Jongin pelan.

“Baiklah.” Krystal akhirnya memutuskan untuk diam. Sebagai gantinya, ia menepuk-nepuk punggung lelaki itu. Bahunya terasa berat seraya Jongin menyandarkan kepalanya pada pundaknya.

 “Jongin-ah, ada apa? Kau bisa menceritakannya padaku kalau kau mau,” kata Krystal lembut.

Butuh waktu cukup lama bagi Jongin sebelum akhirnya ia bisa melepas pelukannya. Lelaki itu kemudian mengeluarkan sebuah amplop dengan logo rumah sakit dari kantong jaket dan memberikannya pada Krystal.

 “Apa ini?” tanya Krystal sambil merobek sisi amplop itu.

Jongin tidak langsung menjawab. Ia memberi waktu sejenak bagi Krystal untuk membaca isi surat tersebut. Ketika akhirnya gadis itu menatapnya meminta penjelasan, Jongin hanya dapat tersenyum – sebuah senyum yang dipaksakan.

 “Apa ini?” tanya Krystal sambil menatap Jongin tajam. Gadis itu mengacungkan surat tersebut. “Jelaskan padaku apa ini!”

Setetes air mata meluncur di pipi Jongin. Lelaki itu menjawab dengan suara yang bergetar. “Hari ini aku kembali menjalani check-up jantung. Kata dokter Park, kondisi jantungku makin memburuk. Bila aku tidak segera mendapatkan donor, mungkin hidupku tidak akan bertahan lama.”

Kedua tangan Krystal menangkup pipi Jongin. “Jongin-ah ….” Tanpa bisa dicegah, air mata mulai memenuhi pelupuk matanya.

Jongin berusaha tersenyum. Melihat gadis di depannya itu mulai menangis membuat hatinya terasa sakit. Jemarinya bergerak menghapus air mata yang perlahan menuruni pipi Krystal. “Jangan menangis,” ujarnya. “Aku tidak ingin pertemuan kita hari ini berakhir menjadi acara tangis-menangis seperti ini.”

“Huh?” gumam Krystal.

Lelaki itu masih tersenyum, berharap bahwa senyumannya dapat menenangkan Krystal. Jongin meraih tangan Krystal dan menggenggamnya erat. “Kau benar-benar tidak ada kegiatan lain kan hari ini? Aku ingin jalan-jalan.”

“Kemana?”

“Kemana saja.” Jongin menatap Krystal lembut. “Kita lupakan semua kesedihan, kita habiskan hari ini berdua. Bagaimana?”

Jengah ditatap seperti itu membuat Krystal akhirnya memalingkan wajah. Gadis itu mengangguk samar. “Hmm … baiklah ….”

Sebelah tangan Jongin merangkul pundak Krystal. “Pokoknya, seharian ini kau adalah milikku!”

Krystal tertawa. “Arasseo … arasseo. Kajja!”

***

Ketika Jongin mengatakan bahwa ia ingin melupakan semua kesedihannya, lelaki itu benar-benar memaknainya. Ketika Jongin menyimpan kembali surat itu ke dalam kantong jaketnya, lelaki itu juga menyimpan semua masalahnya dan menaruhnya di prioritas kesekian. Hal terutama yang ingin ia lakukan sekarang adalah menghabiskan sisa hari ini dengan penuh kebahagiaan bersama gadis itu, Jung Krystal.

Seharian ini mereka berkeliling-keliling kota Seoul dengan mobil putih Krystal. Jongin bersikeras agar lagu-lagu boyband-nya diputar di mobil gadis itu. Setelah terjadi perdebatan sejenak, akhirnya Krystal mengalah dan membiarkan Jongin menghubungkan smartphone serta audio player mobilnya dengan kabel data. Sepanjang perjalanan, mereka ditemani oleh lagu-lagu EXO.

Mereka berusaha untuk mengunjungi berbagai tampat yang mereka anggap menarik di Seoul. Mereka mengunjungi taman kota, tempat karaoke, hingga menonton film di bioskop dan naik wahana ferris wheel di taman rekreasi. Krystal berusaha membujuk Jongin mengunjungi toko binatang peliharaan karena gadis itu ingin melihat anak anjing. Tidak tahan akan rengekan gadis itu, Jongin akhirnya menurut. Mereka juga mengunjungi café milik kakak perempuan Jongin dan juga pusat perbelanjaan karena gadis itu ingin membeli baju baru.

Intinya, mereka benar-benar ingin melupakan semua kesedihan untuk sejenak.

 “Ah … aku kenyang sekali … ” ujar Krystal sambil menepuk-nepuk perutnya.

Jongin yang masih memegangi pintu mobil dan menunggu gadis itu masuk pun mendecakkan lidah. “Astaga, porsi makanmu sejak dulu belum berubah rupanya. Kau masih tidak kuat makan banyak-banyak. Padahal tadi kau hanya memesan seporsi ramen kari dan bahkan kau tidak menghabiskan bagianmu. Sementara aku memesan dua porsi jjajangmyeon, menghabiskannya, dan bahkan aku menghabiskan bagianmu juga.”

Gadis itu hanya tertawa mendengar omelan Jongin.

Untuk perjalanan mereka berikutnya, Jongin yang menyetir mobil. Tadi saat makan siang Krystal mengeluh kakinya sudah mulai sakit dan Jongin pun menawarkan diri untuk bergantian menyetir. Gadis itu tidak menolak.

“Sekarang, kemana kita akan pergi, nona Jung?” tanya Jongin sembari tangannya memindahkan persneling mobil.

Krystal tampak berpikir sejenak. “Hmm … kemana, ya? Tempat-tempat yang ingin aku kunjungi sudah kita kunjungi semua. Kau sendiri? Kau punya usul, tuan Kim?”

Jongin menggeleng. “No idea.”

“Ah! Bagaimana kalau kita ke menara Namsan?”

“Namsan?” Jongin menoleh. “Untuk apa?”

“Entahlah ….” Krystal mengangkat bahu. “Aku sudah pernah ke sana sebelumnya bersama beberapa rekan dokter. Tapi barusan aku berpikir, pasti rasanya akan berbeda jika hanya pergi berdua denganmu. Jadi aku ingin merasakannya.”

Tanpa sadar, Jongin tersenyum. “Baiklah kalau itu maumu. Kajja!”

Seperti biasa, sebelum sampai di Namsan Tower, mereka terlebih dulu harus naik kereta gantung. Di Namsan Tower, Jongin dan Krystal membeli gembok mereka masing-masing. Krystal memilih sebuah gembok berwarna biru muda, sementara Jongin berwarna kuning pastel. Mereka berdua duduk sejenak untuk menulis pesan singkat pada gembok masing-masing.

“Apa yang kau tulis?” Jongin yang telah selesai menulis melongok untuk melihat gembok Krystal. “Ppalli wankaehasibsio, Jongin-ah (cepat sembuh, Jongin-ah). Wah, aku terharu ….”

“Kau sendiri menulis apa?” Krystal gantian melihat gembok Jongin. “Saranghae, Krystal-ah … Ya! Apa-apaan ini? Hapus, Kim Jongin!”

Jongin menggeleng. “Tidak bisa. Aku menulisnya dengan spidol permanen.”

“Astaga … ” desah gadis itu. “Kalau begitu ganti dengan gembok yang baru sana!”

Lagi-lagi Jongin menggeleng. “Tidak mau. Lebih baik aku menggunakan uangku untuk mentraktirmu sesuatu daripada harus membeli gembok baru.”

“Kau ini. Kau bisa menulis sesuatu seperti ‘gomawo, Krystal-ah’. Kenapa malah menulis ‘saranghae’ seperti itu?”

“Tidak apa-apa. Ini bagus.”

Krystal mendengus. “Ada-ada saja.”

Mereka berdua menggantungkan gembok mereka masing-masing, mencoba mencari celah kosong pada pagar yang sudah sangat penuh dengan gembok itu. Setelah itu, dengan aba-aba dari Krystal, keduanya melemparkan kunci gembok mereka ke sungai di bawah.

Kedua orang yang merasa tidak ingin hari cepat berakhir itu akhirnya memutuskan untuk menghabiskan malam di apartemen Krystal. Karena malas memasak untuk makan malam, gadis itu lebih memilih untuk membeli dua bungkus mie instan di supermarket gedung apartemennya. Krystal hanya perlu merebusnya selama lima menit, setelah itu keduanya menyantap mie kuah panas itu di balkon apartemen Krystal, ditemani oleh udara malam Seoul.

Malam itu langit terlihat cerah. Bulan burnama bersinar terang. Bintang-bintang bertebaran, seolah berlomba untuk menjadi yang paling gemerlap. Seakan menambah indah suasana malam, entah darimana muncul petasan di langit, diikuti dengan suara ledakannya. Melihat itu, Krystal cepat-cepat menaruh mangkok mienya dan berdiri di sisi pagar pembatas balkon. Matanya menatap takjub setiap petasan yang meledak di langit.

“Kau suka petasan?” tanya Jongin.

Gadis itu mengangguk cepat. “Suka sekali! Makanya setiap malam tahun baru aku selalu terjaga sampai tengah malam hanya untuk melihat petasan. Omong-omong, memangnya hari ini hari apa? Mengapa orang itu menyalakan petasan? Tidak ada hari spesial kan hari ini?”

“Mungkin orang itu hanya ingin bermain,” sahut Jongin sambil mengangkat bahu.

Krystal menganggukkan kepalanya. “Mungkin ….”

Angin malam yang bertiup mengibarkan rambut hitam kecoklatan Krystal. Ditambah senyum yang sejak tadi tidak berhenti merekah membuat gadis itu tambah cantik. Jongin tidak dapat menahan dirinya untuk tidak meraih tangan Krystal dan menggenggamnya erat. Krystal menoleh, dan untuk sejenak mereka saling menatap dalam diam.

Perlahan, Jongin mendekatkan wajahnya ke wajah Krystal. Ketika jarak di antara mereka tinggal helaan napas, Jongin berhenti sejenak, memberi kesempatan kalau-kalau gadis itu ingin menghindar. Tetapi Krystal hanya diam saja dengan mata terpejam. Tidak ingin membuat gadis itu bingung, Jongin dengan lembut menempelkan bibirnya pada permukaan bibir Krystal.

Tadinya Jongin pikir Krystal akan tidak terima, memberontak, memberinya tamparan, atau mendorongnya menjauh, tetapi Jongin salah. Gadis itu diam saja ketika tangan Jongin bergerak untuk memeluk pinggangnya, bahkan Krystal tidak memberikan perlawanan apapun ketika ciuman itu mulai berubah menjadi lumatan-lumatan kecil.

Setetes airmata meluncur turun di pipi Jongin. Bersamaan itu, Jongin menyadari satu hal.

Ia telah jatuh cinta pada gadis itu.

***

Seumur hidupnya, ini adalah kali pertama bagi Krystal menonton konser. Krystal memang tidak suka menonton konser. Menurutnya, menonton konser adalah cara paling tidak masuk akal untuk menghabiskan uang. Bayangkan saja, uang lima ratus ribu won habis hanya dalam waktu paling lama tiga jam. Belum lagi suasana konser yang riuh karena bisa dipastikan akan ada banyak fans yang menonton sambil berteriak-teriak tidak jelas. Namun, kali ini gadis itu memutuskan untuk mencoba menonton konser karena menurutnya tiket VVIP dari Kim Jongin sayang kalau tidak dimanfaatkan.

Dua minggu yang lalu Jongin datang menemuinya di rumah sakit untuk memberikan selembar tiket VVIP konser EXO. Lelaki itu juga mengatakan bahwa ini mungkin akan menjadi konser terakhirnya karena kondisi jantungnya yang makin parah dan dokter Park sudah melarangnya untuk melakukan kegiatan yang terlalu melelahkan. Krystal tahu betapa berartinya konser ini bagi Jongin dan karena itu – terlepas dari alasan tiket gratis – Krystal ingin hadir untuk memberi dukungan pada lelaki itu.

Dan di sinilah Krystal sekarang, dengan sebuah lightstick putih dalam genggamannya, duduk sambil diam-diam mengagumi tarian yang dibawakan oleh Kai alias Kim Jongin dan seorang dancer lainnya dalam lagu Baby Don’t Cry. Ketika Jongin berkata bahwa ia berperan sebagai main dancer, lelaki itu tidak berbohong. Tarian Jongin terlihat begitu memukau, seolah-olah ia hendak membawakan isi lagu dengan gerak tubuhnya. Belum lagi Jongin yang terlihat basah kuyup akibat efek-efek air di panggung menyebabkan lelaki itu terlihat tampan. Krystal menelan ludah begitu matanya menangkap bayangan abs Jongin yang walaupun samar-samar tetap terlihat dari balik kemeja putih yang basah kuyup itu. Krystal akhirnya mengerti mengapa sejak tadi teriakan para penonton tidak juga mereda. Siapa yang tidak terpesona melihat namja tampan nan seksi sedang menari dengan penuh penghayatan di hadapannya?

Tidak terasa tiga jam lebih telah berlalu. Konser itu pun akhirnya selesai. Krystal tidak lupa akan pesan Jongin untuk menemuinya di belakang panggung setelah konser berakhir. Krystal mengemasi barang-barangnya dan bergegas menuju backstage, mengabaikan tatapan aneh yang dilontarkan orang-orang setiap kali gadis itu bertanya dimana letak backstage. Di backstage, gadis itu tersenyum begitu matanya berhasil menangkap bayangan Jongin, sedang berkumpul di tengah ruangan bersama delapan teman grupnya. Tangan mereka berkumpul di tengah, kemudian mereka berteriak bersama-sama, “EXO, SARANGHAJA!”

Krystal melihat senyum terukir di bibir Jongin begitu lelaki itu menyadari keberadaannya. Dengan kepala sedikit tertunduk dan mulut yang juga tersenyum, Krystal berjalan menghampiri Jongin.

“Oh, wasseo?” sapa Jongin. Lelaki itu merentangkan tangannya hendak memeluk Krystal, tetapi Krystal menolak.

“Ow ow ow … jangan lakukan itu, Kai-ssi. Aku tidak ingin meninmbulkan kesalahpahaman dengan penggemarmu,” cegah Krystal.

“Tidak ada penggemar di ruangan ini. Kalau pun ada, biarkan saja. Aku ingin menunjukkan pada mereka kalau aku mencintaimu.”

Krystal mendecakkan lidah, lalu mendengus. “Oh, astaga ….” Dan pada akhirnya gadis itu membiarkan Jongin memeluknya erat.

“Bagaimana penampilanku tadi?” tanya Jongin setelah ia melepaskan pelukannya.

Krystal mengeluarkan sebotol air mineral dari dalam tas dan memberikannya pada lelaki itu. “Menakjubkan! Terutama pada bagian kau menari-nari di air tadi. Tapi, apa kau harus melakukannya dengan efek-efek air? Bajumu basah kuyup seperti tadi, apa kau tidak takut masuk angin?”

Jongin menegak air minum pemberian Krystal. “Tidak. Aku sudah biasa melakukan performance seperti tadi. Bagaimana? Kau menikmati konsernya, ‘kan? Lain kali kau harus menonton konser kami yang berikutnya, tetapi kali ini kau yang beli tiketnya sendiri, ya.”

“Terserah kau saja,” sahut Krystal sambil tersenyum. Tetapi perlahan senyum itu memudar begitu Krystal melihat wajah Jongin yang pucat. “Jongin-ah, kau kenapa? Wajahmu pucat sekali.”

“Ah, aku tidak apa-apa. Mungkin aku hanya – “

Dan Krystal yakin ia akan jatuh terjungkal ke belakang kalau tidak ada dua orang lelaki lain yang membantunya menahan tubuh Jongin ketika tiba-tiba namja itu kehilangan kesadaran di hadapannya.

***

Sebagai seorang idola, berita tentang Kai alias Kim Jongin yang pingsan di backstage dan segera dilarikan ke rumah sakit menyebar dengan cepat. Hal itu terbukti dari banyaknya penggemar yang datang an berkumpul di rumah sakit, dari mulai membawa spanduk bertuliskan Kai oppa cepat sembuh! Kami mencintaimu!!!, menitipkan barang-barang kepada para perawat atau dokter untuk diberikan kepada Jongin, sampai mengaku-ngaku sebagai pihak keluarga agar dapat diizinkan masuk ke kamar rawat pria itu. Belum lagi pihak rumah sakit yang mulai kewalahan karena harus menjawab pertanyaan para wartawan yang mencoba mengorek informasi tentang Kim Jongin.

Jongin sendiri sejak saat itu diharuskan menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Kondisi jantungnya makin hari makin memburuk, ia bisa mendapatkan serangan lebih dari satu kali sehari. Dokter Park meminta Jongin untuk menjalani rawat inap, tidak hanya sekedar rawat jalan yang telah dijalaninya selama ini. Dokter Park juga meminta Krystal untuk menjadi dokter jaga bagi Jongin. Lelaki itu sudah tidak diperbolehkan untuk meninggalkan rumah sakit. Nama Kim Jongin naik ke urutan paling atas dalam daftar orang yang membutuhkan donor jantung.

Pagi ini, seperti biasa Krystal masuk ke kamar Jongin untuk melakukan check-up rutin pada lelaki itu. Sebenarnya sudah ada perawat yang bertugas melakukan check-up, tetapi untuk Jongin gadis itu meminta untuk melakukannya sendiri.

Krystal menatap wajah Jongin sejenak. Lelaki itu sama sekali tidak terlihat membaik. Lingkaran hitam terlihat jelas di sekelilng matanya. Pipinya yang menjadi tirus dan wajahnya yang terlihat pucat. Satu-satunya yang masih terlihat adalah senyumnya yang menunjukkan semangat untuk hidup. Pemandangan itu tentu saja membuat hati Krystal terasa sakit, mengingat pria ini adalah pria yang sama yang menyanyi dengan berteriak-teriak di ruang karaoke beberapa waktu yang lalu dan juga pria yang sama yang menari dengan sangat memukau dalam konser tempo hari.

Krystal mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk tetap tersenyum, sebisa mungkin menahan air matanya agar tidak keluar, walau sebenarnya yang ingin ia lakukan saat ini adalah memeluk Jongin erat-erat dan menangis tersedu-sedu bersama lelaki itu, menangisi keadaan, meratapi kenyataan. Tetapi Krystal tahu saat ini yang Jongin butuhkan bukanlah rasa kasihan, tetapi suatu bentuk dukungan agar lelaki itu memiliki semangat untuk sembuh, untuk tetap hidup.

“Selamat pagi, Kai-ssi ….”

“Selamat pagi, dokter Jung,” sahut Jongin.

“Kenapa ruangan ini sepi sekali? Ke mana para membermu yang lain?” tanya Krystal sambil melihat sekelilingnya. Ruang rawat inap kelas VVIP itu terasa sangat besar dan kosong dengan hanya mereka berdua di sana.

“Latihan untuk koreografi baru. Kami akan melakukan comeback dalam waktu dekat.” Jongin menghela napas. “Sepertinya kali ini mereka harus melakukan comeback tanpa diriku.”

Krystal membasahi lipatan dalam siku Jongin dengan kapas beralkohol. Setelah itu dari kantong jas dokternya Krystal mengeluarkan suntik yang biasa digunakan untuk mengambil sampel darah pasien. “Karena itu kau harus cepat sembuh supaya kau juga bisa ikut comeback. Para penggemarmu pasti maklum dengan kondisi kesehatanmu, tetpi aku tahu Kai bukanlah seseorang yang suka mengecewakan penggemarnya. Ya, kan?”

“Hmm ….”

“Ada apa?” tanya Krystal begitu selesai mengambil sampel darah Jongin. Dengan cekatan tangan gadis itu menutup luka bekas tusukan jarum dengan perban, kemudian membubuhkan plester. “Apa yang sedang kau pikirkan? Mau menceritakannya padaku?”

Jongin tersenyum kecil. “Aku hanya berpikir, dari sekian banyak kesempatan yang ada selama 15 tahun terakhir ini, mengapa kita harus bertemu seperti ini, kau sebagai dokter, aku sebagai pasien, dan hidupku yang tidak lama lagi?”

Krystal menggelengkan kepalanya pelan. “Entahlah … ” desahnya.

“Omong-omong, Krystal-ah, apa yang membuatmu menyukaiku saat kelas empat SD dulu?” Jongin menatap Krystal dengan mata yang berbinar penasaran.

Sontak Krystal menutup mukanya dengan kedua tangan. “Aish …. Kenapa kau malah membahas topik itu lagi? Memalukan. Itu hanyalah cinta monyet anak sekolah dasar yang bodoh.”

Jongin tertawa melihat respon Krystal. “Aigoo …. Lihat pipimu yang memerah itu! Aku ingat dulu kau menyatakan pengakuanmu dengan berteriak di sekolah ‘Saranghae, Jongin-ah!’. Rambutmu dikucir dua waktu itu. Auu! Ya! Kenapa kau suka sekali memukul pahaku?!”

Krystal memberikan tatapan jangan-membahas-topik-itu-lagi kepada Jongin. Melihat itu, Jongin hanya tersenyum.

“Apapun itu, terima kasih karena telah – ani, setidaknya pernah mencintaiku.”

.

Dua minggu kemudian, terdapat kabar bahwa jantung yang sesuai untuk Jongin sudah tersedia.

***

Operasi jantung yang memakan waktu enam jam itu berlangsung dengan baik. Jantung baru berhasil dipindahkan ke tubuh Jongin. Sekarang yang perlu dilakukan adalah memantau kondisi tubuh Jongin dan memastikan bahwa tubuh lelaki itu tidak memberi penolakan terhadap jantung barunya.

Semua orang sepertinya merasa lega.

Sampai dua hari berlalu.

Dua hari pascaoperasi, tubuh Jongin mulai menunjukkan tanda-tanda penolakan. Para dokter dengan sedih mengatakan bahwa bila tubuh Jongin benar-benar menolak jantung barunya, maka tidak ada hal lain yang bisa dilakukan. Kabar itu dengan cepat menyebar, termasuk sampai ke telinga Krystal. Mendengar berita tersebut, Krystal segera meminta riwayat kesehatan Jongin dan membacanya baik-baik.

Tiga hari kemudian, setelah melalui pertimbangan panjang, gadis itu memutuskan untuk mendatangi ruang kerja dokter Park.

“Dokter Park,” ujarnya pada dokter yang sudah mencapai usia kepala lima itu.

“Saya … bersedia … menjadi donor jantung untuk Kim Kai-ssi.”

***

“Hai … ” sapa Jongin kepada kotak kaca di hadapannya. Kotak kaca itu berisi sebuah guci berukuran kecil, sebuah plakat bertuliskan Rest in Peace. Jung Krystal. 24 Oktober 1994 – 15 Juni 2018, dan foto Krystal yang sedang tersenyum lebar ke arah kamera. Melihat foto itu membuat hati Jongin terasa sakit. Ia menyadari bahwa ia begitu merindukan gadis itu.

Jongin mengerjapkan matanya yang mulai berair. Ia tidak ingin acaranya hari ini berubah menjadi acara tangis menangis. Ia tahu bila ia menangis, Krystal pun akan sedih. Lelaki itu meletakkan seikat bunga yang ia bawa dan perlahan mengelus kotak kaca itu.

“Maafkan aku baru menemuimu lagi. Akhir-akhir ini EXO sangat sibuk. Oh ya, kami baru mendapatkan penghargaan atas album baru kami. Hebat kan?”

Jongin mengeluarkan selembar kertas dari kantong jaketnya. Kertas itu sudah cukup kucel akibat terlalu sering dibuka-lipat-buka-lipat. “Dokter Park memberikanku ini,” ujar Jongin. “Katanya beliau menemukan ini di laci meja kerjamu. Terima kasih karena telah meninggalkan ini sebelum kau pergi. Aku masih belum paham apa yang membuatmu melakukan hal ini, tetapi untuk kesekian kalinya aku berterima kasih atas jantung yang kau berikan untukku. Dan kau tahu, Krystal-ah, walau kau telah tiada, tetapi aku masih dapat merasakan kehadiranmu. Di sini,” lanjut Jongin sambil memegang bagian dada kirinya.

Jongin menyusut air matanya dengan ujung baju. Kemudian ia kembali membaca surat dari Krystal, dan kembali terpekur ketika membaca bagian akhir surat. Ia sudah berkali-kali membaca surat itu dan ia yakin ia tidak akan pernah bosan membacanya. Terutama pada bagian terakhir, bagian yang selalu memberikan semangat pada Jongin untuk menjalani hari-harinya. Karena ia tahu, di sana, gadis itu juga mencintainya.

.

Kalau kau tanya bagaimana perasaanku terhadapmu, perasaanku masih sama seperti 15 tahun yang lalu. Aku masih mencintaimu, dan selamanya akan tetap seperti itu.

 

 

-fin-

2 thoughts on “[Oneshot] Long Time No See

How does it taste?