Break Out

1530687025678

BREAK OUT

.

Supranatural, Crime, Song-Fic || 1,8k++ words || PG-19

Starring
[Nine-Percent] Lin Yanjun, [Dreamcatcher] Handong

© 2018 by graesthetic

Inspired by You and I by Dreamcatcher. Cr moodboard to risequinn

.

== HAPPY READING ==

.

.

.

“You say you ran like crazy,
but you were stuck in the same place.”

.

“Aku pulang ….”

Lin Yanjun membungkukkan badan lima belas derajat ke arah ayahnya yang sedang duduk di sofa ruang tengah rumah mereka, menyaksikan tayangan televisi. Helaan napas pemuda itu terdengar ketika dwimaniknya menatap beberapa botol bir yang tergeletak di atas meja. Hatinya mencelos. Ayahnya pasti minum lagi.

“Kenapa baru pulang selarut ini?” balas ayahnya dengan suara yang mulai terdengar tidak jelas.

“Maaf,” ucap Yanjun, “aku ada urusan sekolah tadi.”

“Maksudmu perkelahian antar sekolah?”

Yanjun membelalakkan mata. Darimana ayahnya tahu?

Kini ayahnya bangkit berdiri. Berjalan ke arah Yanjun meski dengan langkah sempoyongan. Sebuah seringai terulas di bibirnya, membuat tanpa sadar tubuh pemuda itu gemetar.

“Kau pasti bertanya-tanya darimana aku mengetahuinya, KAN?!” bentah beliau, yang kemudian terkekeh kecil. “Lin Yanjun … kau tidak boleh melupakan fakta bahwa aku adalah ayahmu! Meski secara garis keturunan kita tidak ada ikatan darah, tetapi ingat bahwa aku adalah ayahmu yang tahu segala sesuatu tentangmu! Selain itu, ayahmu ini punya koneksi yang banyak. Kau tidak boleh melupakan hal itu juga.”

Beliau maju dua langkah, mengikis jarak di antara mereka. Telunjuk beliau menyusuri setiap inci wajah Yanjun. Pemuda itu sendiri tidak dapat berbuat apa-apa; hanya dapat membiarkan jantungnya berdegup amat kencang. Ia bahkan takut ayahnya bisa mendengarnya.

“Lihat ini … “ ujar sang ayah. “Semua lebam-lebam di wajahmu, darah di sudut bibirmu, semuanya hasil dari perkelahianmu, bukan?”

Yanjun tidak menjawab, tetapi ia menelan ludah karena gugup.

“Masih mau mengelak juga?”

Yanjun masih tidak mau menjawab.

“Lin Yanjun … aku menyekolahkanmu supaya kau menjadi pintar, lalu menjadi sukses, punya banyak uang, kemudian mengangkat kehidupan kita yang bobrok ini. Bukannya meminta kau untuk bertemu dengan para bajingan dan merusak dirimu! Oh … aku salah. Kau tidak bertemu dengan para bajingan. Tetapi kau lah bajingan itu!”

Mendengar ayahnya berkata demikian, spontan Yanjun mengepalkan tangan erat. Rahangnya pun mengeras.

“Ada apa dengan tatapanmu? Kau marah? Mau menantang aku?” ucap beliau. “Dasar anak tidak berguna!”

PLAK!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Yanjun. Amat keras, bahkan membuatnya sampai jatuh terduduk. Yanjun hanya dapat memegangi pipinya yang terasa memanas.

“Kau tidak tahu diuntung! Tidak berguna! Tak ada hal lain yang bisa kau lakukan selain membuang uang yang selama ini kugunakan untuk menyekolahkanmu! Kau tak tahu betapa susahnya mencari uang, hah?! Kerjamu hanya berkelahi dan berkelahi, membuatku berkali-kali harus menahan malu karena berhadapan dengan gurumu bahkan pihak kepolisian! Mau dimana kutaruh mukaku ini, Lin Yanjun?!”

Sang ayah berbalik sejenak untuk mengambil sebuah botol bir kosong dan melemparnya ke seberang ruangan, menimbulkan suara pecahan yang amat keras. Pecahan botol terlempar ke mana-mana.

“Aku kalah judi. Bukan hanya hari ini, tetapi sudah sejak lama! Biar saja! Tidak ada lagi uang untukmu bersekolah! Aku kalah judi karena akibatmu! Anak pembawa sial!”

Pukulan demi pukulan, tamparan, serta pecutan ikat pinggang diberikan pada Yanjun, yang tak bisa melakukan apa-apa selain meringkuk di lantai, berusaha sebisa mungkin melindungi dirinya. Tak hanya demikian, bahkan beberapa tendangan asal diarahkan pada tubuh pemuda tersebut. Tubuhnya yang bahkan belum pulih akibat tawurannya dengan beberapa anak dari sekolah lawannya tadi sore kini harus menanggung rasa sakit yang lebih karena perbuatan ayahnya tersebut.

Setelah merasa puas melampiaskan amarahnya pada putra satu-satunya tersebut, ayah Yanjun menarik kerah kemeja anaknya, menyeret pemuda itu menuju loteng gelap rumah mereka yang kini dijadikan gudang. Beliau mendorong Yanjun ke dalam, ke gudang gelap dan penuh debu.

“Diam kau di sana sampai kau menyadari kesalahanmu!” bentak beliau, lantas menutup pintu ruangan tersebut dan menguncinya.

Di dalam, Yanjun hanya bisa terisak kecil. Ia tidak berani meraung-raung atau memberontak. Ayahnya akan membunuhnya jika ia melakukan hal tersebut.

***

“The road that I used to feel familiar now seems so strange
I hear a voice that calling you
The glace that infinitely growing colder,
hide yourself turning around
The place that is pulling you as if you’re bewitched is dangerous, no no no way.”

.

Lin Yanjun mungkin dikenal sebagai siswa yang paling ditakuti di sekolah. Tatapan matanya yang tajam membuat tak ada yang berani mendekatinya. Pembawaannya yang dingin dan ketus menyebabkan tak ada orang yang mau mengajaknya bercakap-cakap. Belum lagi perawakannya yang menyeramkan, tinjunya yang kuat, keahliannya dalam berkelahi, mengakibatkan tak ada orang yang ingin berurusan apalagi mencari gara-gara dengannya. Sehari-hari di sekolah, Yanjun hanya bergaul dengan tiga orang teman lelaki lainnya, yang sama bandel serta menakutkan dengannya. Keempat orang ini disebut sebagai jagoan sekolah, juga troublemaker sekolah. Tak ada yang berani berurusan dengan dengan mereka, apalagi berteman.

Tipikal siswa yang jarang masuk kelas, kerjanya hanya membolos, bersembunyi di sudut-sudut sekolah untuk menghisap tembakau kering bahkan ganja, kemudian melakukan tindakan kekerasan pada orang lain yang menyulut emosi mereka. Keempat orang ini tampaknya tak peduli meski track record mereka di sekolah sudah sangat buruk.

Dan diantara empat orang ini, Lin Yanjun sudah ditetapkan sebagai pemimpin mereka.

Meski ditakuti di sekolah, ternyata Yanjun hanyalah seorang scaredy cat jika berada di rumah. Ia sama sekali tak berkutik jika harus berhadapan dengan ayahnya. Sejak Yanjun berusia tujuh tahun ketika ayah kandungnya meninggal dan ibunya memutuskan untuk menikah lagi, Yanjun sudah melihat perangai buruk ayah tirinya ini. Beliau memang pemabuk dan suka melakukan tindak kekerasan. Apalagi sejak ibunya meninggal dunia ketika Yanjun berusia empat belas tahun, perangai buruk ayahnya itu makin menjadi-jadi. Segala amarahnya dilampiaskan pada Yanjun, meski ia tak berbuat satu kesalahan pun. Ayahnya yang dirampok atau kalah judi, Yanjunlah yang akan disalahkan. Amarahnya tertumpah pada Yanjun melalui pukulan, tinjuan, atau tendangan. Tak lupa turut serta kata-kata makian atau sumpah serapah atau kutukan yang lagi-lagi ditujukan pada pemuda tersebut. Setiap kali amarah ayahnya meledak, Yanjun akan selalu berakhir dengan dikurung dalam satu ruangan. Ia pernah dikurung dalam kamar mandi, dalam garasi, dalam kamarnya, bahkan dalam godang loteng seperti ini. Dan entah kapan akan dikeluarkan.

Yanjun merasa tidak ada gunanya menjadi anak baik. Ia sudah pernah mencobanya ketika lulus sekolah dasar dan baru memasuki sekolah menengah. Ia pikir sifat buruk ayah tirinya tersebut akan berubah jika ia berperilaku manis, menjadi murid berprestasi dengan segudang nilai memuaskan. Nyatanya, nihil. Ayahnya itu tetap saja memperlakukannya tak ubah binatang yang pantas ditendang-tendang. Itu sebabnya Yanjun yang lelah memutuskan untuk menjadi anak pembangkang. Dan keputusannya tersebut memperparah hubungan mereka yang memang telah retak.

Satu-satunya pujian yang pernah diberikan ayahnya adalah ketika Yanjun berhasil menunjukkan keterampilannya dalam menembak. Kemampuan yang sama yang juga dimiliki oleh beliau. Yanjun pandai dalam menggunakan pistol maupun senapan. Ayahnya tersebut pernah mengatakan bahwa beliau berharap supaya suatu hari nanti Yanjun bisa menjadi seorang penembak ulung dan membasmi seluruh orang merugikan di dunia.

***

“Softly fall asleep, softly to your dreams
I’ll go in without anyone knowing, now oh now
All of your cold tears that fall
I’ll wipe them away.”

.

Yanjun terduduk dengan punggung bersandar pada dinding. Ia memeluk lututnya di depan dada. Wajahnya ditelungkupkan. Ia belum sempat makan, dan sekarang ia lapar. Lapar, lelah, serta badan yang terasa remuk. Yanjun hanya bisa mengharapkan bahwa ayahnya bisa mengeluarkannya dari tempat gelap dan berdebu ini sesegera mungkin.

“Psst! Lin Yanjun!”

Mendengar suara bisikan tersebut, spontan Yanjun menegakkan kepalanya. Bola kepalanya itu celengak-celinguk mencari sumber suara. Bulu kuduknya merinding. Setahunya, rumahnya ini bebas dari makhluk halus.

“Aku di sini!”

Meski hanya dengan cahaya rembulan yang remang-remang melalui sela-sela atap, Yanjun akhirnya bisa menemukan sosok yang berbicara kepadanya tersebut. Seorang gadis yang kini duduk di atas kardus besar, dengan rambut panjang berwarna pirang-merah yang tergerai melewati bahunya. Bajunya putih bersih. Yanjun tak ingin memastikan apakah gadis itu benar-benar manusia ataukah hanya sesosok makhluk halus.

“Hai. Namaku Handong, kalau kau bertanya. Aku sudah lama tinggal di sini. Maaf tak meminta izin padamu sebelumnya,” ujar gadis itu.

Yanjun hanya menganggukkan kepala.

“Lin Yanjun, tidakkah kau membenci ayahmu?” tanya gadis itu sambil turun dari kardus tinggi tempatnya duduk. “Tidakkah kau ingin keluar dari ruangan menyesakkan ini?”

Pemuda itu tidak menjawab. Ia hanya menatap lekat-lekat sosok Handong seraya gadis itu berjalan ke arahnya.

“Aku tahu kau lelah dengan kehidupanmu, Lin Yanjun. Bahkan kau membencinya,” Handong berujar seraya mengambil posisi berjongkok di depan Yanjun dan menyejajarkan pandangannya dengan pemuda itu. “Kau pasti benci setiap saat diperlakukan tidak adil oleh ayahmu. Hei! Bahkan dia bukan ayah kandungmu. Apa haknya untuk memperlakukan dirimu semau hatinya! Betul, kan?”

Yanjun masih diam, tetapi dalam hati ia setuju. Rahangnya perlahan mengeras.

“Aku tahu, Lin Yanjun. Aku mengetahui amarah serta isak tangismu setiap kali ia menyiksamu. Aku mengerti benar gejolak hatimu setiap kali ia mengurungmu. Aku tahu kau ingin keluar dari lingkaran setan kehidupanmu yang menyiksa seperti ini. Bahkan jauh di lubuk hatimu … ” Handong menatap iris gelap Yanjun dalam-dalam, “kau ingin membunuh ayahmu.”

Yanjun bertanya-tanya dalam hati mengapa gadis yang baru pertama kali ia temui ini dapat menerka isi hatinya secara tepat. Sementara Handong hanya mengulas senyum.

“Tenang. Hari ini aku akan mengabulkan keinginanmu. Aku akan mengeluarkanmu dari sini. Aku akan mengeluarkanmu dari kehidupanmu yang terasa seperti mimpi buruk. Seperti neraka.”

“Bagaimana caranya?” Kali ini Yanjun membuka mulutnya.

“Mudah saja,” balas Handong. “Kau hanya perlu memegang tanganku dan percaya padaku.”

Handong mengulurkan tangannya, dan perlahan-lahan Yanjun membalas ulurannya.

Tahu-tahu, Yanjun mendapati dirinya sudah berpindah ke ruang tengah, dan melihat ayahnya kini tertidur di sofa, di depan televisi yang masih menyala.

“Sekarang apa?” tanya Yanjun.

“Kau tidak lihat apa yang terletak di atas meja?”

Yanjun mengamati meja ruang tengah tersebut. Beberapa botol bir kosong, surat-surat tagihan, ponsel, lembaran uang yang berserakan, serta pistol. Yanjun mengernyitkan keningnya. “Maksudmu …?”

“Tepat sekali,” balas Handong seolah bisa membaca pikiran Yanjun. “Kau hanya perlu menggunakan kemampuan menembakmu.”

Bagai telah terhipnotis, Yanjun maju mendekat, menghampiri tempat ayahnya berbaring. Perlahan, diambilnya pistol tersebut dari atas meja, diperiksanya keberadaan pelurunya, kemudian diarahkannya pistol itu persis pada kening ayahnya.

“Ayo, tunggu apa lagi, Lin Yanjun? Tembak saja!” ucap Handong. “Ini adalah waktu yang kau tunggu-tunggu!”

Terjadi perang batin dalam diri Yanjun, yang membuatnya tak kunjung menarik pelatuk. Yanjun memalingkan wajah dan melihat tayangan televisi yang terpampang.

Yanjun tak ingin memercayai penglihatannya, tetapi kini ia melihat pembaca berita tengah malam kini tengah menatapnya lurus-lurus dengan ekspresi wajah tak terdeskripsikan sambil berkata, “Tembak. Tembak. Tembak. Tembak. Tembak. Tembak.”

Bahkan kini suara-suara dalam dirinya seolah-olah makin menyuruhnya untuk segera menarik pelatuk, mengakhiri hidup ayahnya tersebut.

DOR!

Sebuah tembakan diluncurkan. Ketika Yanjun akhirnya perlahan membuka mata kembali, ia melihat darah segar mengucur deras dari kepala ayahnya. Pemuda itu tidak bisa memercayai apa yang baru saja ia lakukan.

“Tidak perlu terlalu terkejut, Lin Yanjun. Kau berhasil! Kau berhasil keluar dari mimpi burukmu!” puji Handong sambil bertepuk tangan.

“Tidak … ini tidak benar. Aku membunuhnya ….” Yanjun membalas dengan suara bergetar.

“Lantas, apa yang salah? Bukankah ini yang kau inginkan?”

Yanjun menggeleng pelan, tetapi Handong hanya tersenyum.

“Mimpi buruk pertamamu sudah berhasil kau kalahkan,” ucap gadis itu. “Kita masih punya tugas lain. Jangan letakkan senapanmu.”

“Maksudmu?” Yanjun balas bertanya.

“Kita akan menyingkirkan orang-orang menyebalkan di sekitarmu. Untuk membuat hidupmu menjadi lebih bahagia. Kau mau, kan?”

Kembali terjadi perang batin dalam diri Yanjun, dan sepertinya Handong dapat membaca isi hatinya. Gadis itu menepuk pundak Yanjun sekali. “Tak usah khawatir, kau akan aman bersamaku. Sama seperti tadi, kau hanya perlu percaya padaku. Menyingkirkan orang-orang tersebut tidak sulit, Lin Yanjun. Hanya tinggal menarik pelatuk pistolmu seperti tadi.”

Yanjun ingin menolak, tetapi ia sempat melihat kilatan merah di mata Handong, yang membuat pemuda itu sempat terkejut dan hampir ketakutan. Karenanya, Yanjun buru-buru mengangguk.

Bibir Handong menyunggingkan senyum. “Nah, itu baru benar.”  Gadis itu kembali mengulurkan tangannya, dan Yanjun membalas ulurannya.

“Sekali lagi, kuingatkan. Kau tidak perlu takut selama kau ada bersamaku, Lin Yanjun. Ingat, akulah yang kau impi-impikan selama ini. Aku, yang mengeluarkanmu dari mimpi buruk nan kelam ini. Jadi, kau harus menuruti perintahku, oke? Ayo kita pergi.”

.

“Close your eyes, hold my hand
Forget all the times you were alone
I’ll be on your side in this dark world, baby
Now be with me
Baby you and I.”

 

-fin-

A/N

  1. Endingnya agak gaje, ya ga sih?
  2. Maaf ya kalau kalian bacanya agak aneh ini ceritanya aku pengen nyoba nulisin zona yang bukan aku biasanya gitu … jadi, mohon koreksi nya yang membangun 🙂
  3. Oh ya ini judulnya agak ambigu nggak sih? Hehehehe soalnya kadang break out tuh disama-samain dengan keadaan kalau muka lagi jerawatan minyakan parah gitu wkwwkkw nggak di sini aku pakai istilah break out sebagai sinonim dari escape
  4. Aku suka banget sama lagu ini! Kalian kudu dengerin!
  5. Udah gitu aja deh gatau mau ngomong apa lagi hwhwhwhw because ini fail banget kayaknya tapi mohon reviewnya ya 🙂

 

5 thoughts on “Break Out

  1. Aku gak pandai bikin judul, tapi entah kenapa di pikiranku, break out langsung menggiringku (?) ke acara musik di NET yg di MC-in Boy wkwkwkwk /yawlah maapkan kengawuranku/ BTW AKU MERINDING BAYANGIN YANJUN YG BIASANYA SCAREDY CAT SAMA AYAH KOK MENDADAK JADI SADIS GITU? Si handong ini iblis atau gimana ya kok serem kalo dibayangin :” Untung bukan Gahyeon atau Yoohyeon ya, ntar aku makin shock. Kirain Handong ini ‘arwah baik’ yg bakal nolong yanjun keluar dari kungkungan masalah, eh ternyata malah nambah masalah. Asyem. Kamvret. Dunia memang semengerikan itu jika kita lebih membuka mata.

    Kak, percaya gak percaya, aku langsung donlot lagunya yg You and I HAHAHA. Apalagi di akhir cerita ini kerasa bgt crime nya. Bukan karena ‘perintah’ Handong, tapi lebih ke Yanjun yg tega nembak ayahnya sendiri. Sumpah sadis parah. Akutu paling gabisa kalo disuguhin crime yg membunuh sesama keluarga gini (meskipun katanya yanjun bukan anak kandung ayah) tapi tetep aja yg namanya ayah kan harus dihormati hwhwhwhw *mulai gaje*

    Apanya sih yg fail? Aku udah berapa kali bilang di atas kalo aku ‘merinding’, ‘takut’, ‘dag dig dug’, atau apalah-apalah. Ceritanya ngalir (seperti ciri khas kak gece yg kata demi kata tuh santai tapi ngena). Apalagi di paragraf-paragraf awal tuh kak gece jabarin karakternya Yanjun pas banget, jadi aku bisa bayangin dia kek Nathan atau Dilan versi ganas gitu LOL. Iya, soalnya aku gaapal membernya sembilan persen, so aku bayangin mereka pake imajinasiku sendiri wkwkwk.

    Keep writing kak gece ❤

    Ya allah aku bacot banget dah malem-malem gini -_-

    Liked by 1 person

    • wakakkkakakka aku gatau acara itu XD yang aku takut kalo kamu mikir breakout itu adalah masalah wajah kalo lagi keluar2nya jerawat sama minyak banyak2nya hahahaha

      wkwkwkwk ttg yanjun, mgkn dilatarbelakangi (weiss) perasaan dendam kesumat dia sama bapak cm selama ini kek ga berani aja tp pas ada handong ya kayak dirasuk(?) gtu lah makanya jadi sadis gitu wkwkkwkw

      makasih loh udah mampir jiii 😀

      Like

  2. Jadi … berhasil dong keluar dari zona nyamanmu selama ini ce? Wks aku nggak nyangka ini bakalan dark sekali dan Yanjun as berandalan!AU itu keren bangettttt /salah/

    So, aku penasaran, sebenernya makhluk macem apa si Handong teh? Dan plis aku butuh lanjutan karena ini beneran nanggung. Siapa lagi yang mau dimusnahin Yanjun sama Handong? /.\

    Liked by 1 person

    • semacam berhasil kak dan kek kaget bs juga nulisin ginian ehehehehee makasih kak udah minjemin yanjun (eh?) buat aku bawa genre ginian kak hahahah

      aku… gatau sih jabarinnya gimana pokoknya aku bayangin Handong ini kayak iblis gitu yang ngebujuk(?) sekaligus diem2 jg kek mengaruhin si yanjun buat ngelakuin itu semua… hahahaha iya endingnya agak nanggung ya kak miyaneee ehehehehe makasih kak cha syudah mampir 😀

      Like

How does it taste?