The Injured Prince

photogrid_1546795928426

[Yang Jeongin x Baek Jiheon]

Bagaimanapun, Baek Jiheon adalah seorang gadis cilik berhati lembut yang mudah terenyuh oleh hal-hal kecil

© 2019 by graesthetic

.

Bunyi tak tak tak hasil tumbukan dua kayu masih terdengar dari halaman belakang rumah Baek Jiheon yang kecil. Sesekali diselingi dengan seruan “hiyaaaaaa!!!” atau “Kyaaaaaaa!!!” ala anak-anak yang sedang bersandiwara mengeluarkan kekuatan super. Selamat datang di kediaman Jiheon, dimana kau akan melihat aksi dua bocah lima tahun yang masing-masing menggenggam sebuah pedang kayu, bertarung dengan wajah serius seolah nasib kerajaan ada di masing-masing genggaman mereka.

“Aku tidak takut padamu, Yang Jeongin! Menyingkir dari kerajaanku!”

“Kau pikir aku akan berbelaskasihan karena kau seorang perempuan? Jangan berharap! Rasakan pembalasanku, putri Baek!”

Dan seperti waktu-waktu sebelumnya, baik Jiheon maupun Jeongin sama-sama berlari dari sisi halaman belakang yang berlawanan—disertai suara-suara yang ambisius—, lalu bertemu di tengah dan mulai saling menyerang dan menangkis pedang sang lawan.

Jangan salah sangka. Jiheon memanglah seorang gadis cilik yang manis. Lihatlah baju terusan putih yang membalut tubuh mungilnya tersebut. Layaknya anak perempuan seusianya pada umumnya, ia juga senang mendandani rambut, menyukai boneka dan memiliki peralatan memasak plastik ukuran mini. Tetapi bila Yang Jeongin si tetangga sebelah datang berkunjung dengan membawa mainan laki-lakinya, Jiheon tak segan untuk ikut bergabung. Dan bila sudah demikian, hal yang menandakan bahwa Jiheon masihlah seorang gadis hanyalah rambut panjang serta pakaiannya.

Pertarungan—perang, bila meminjam istilah dua bocah itu—terlihat makin memanas. Jeongin berusaha memberikan serangan-serangan dengan pedangnya untuk mengalahkan Jiheon. Sementara di lain pihak Jiheon terlihat selalu siaga dan dengan lihai menangkis semua serangan dari Jeongin.

“Sudah kuperingatkan untuk tidak bermain-main dengan kerajaanku. Riwayatmu tamat sekarang, Pangeran Jeongin!” ucap Jiheon pada penekanan di setiap katanya. Api murka yang menyala-nyala pun terlihat dari iris gelapnya, seraya ia melancarkan beberapa serangan pedang kayu pada Jeongin.

“Putri Jiheon, kau tak akan bisa menga—AARRGH!!!”

Entah apa yang sebenarnya terjadi, tahu-tahu Jiheon terjatuh dengan posisi menyamping. Lengan kanannya yang refleks menahan tubuh pun sukses menumbuk tanah rerumputan dengan cukup keras.

Jiheon buru-buru meletakkan pedang kayunya di sembarang tempat. Raut wajahnya berubah khawatir dan ia segera menghampiri kawan sepermainannya tersebut.

“Jeongin-a, kau tidak apa-apa?” tanyanya.

“Ya,” Dengan bantuan tangan, Jeongin pun berusaha mengambil posisi duduk, “kurasa demikian. Hanya terpeleset dan kehilangan keseimbangan. Tidak ada yang perlu—“

“Lenganmu berdarah!” seru Jiheon memotong ucapan Jeongin. Sebelah tangan gadis itu terarah untuk menutupi mulutnya karena terkejut, sebelah lagi menunjuk titik luka di siku bawah kanan Jeongin yang kini mengalirkan darah segar.

Jeongin mengangkat tangannya untuk melihat darah yang dimaksud Jiheon. Gadis itu benar, sikunya berdarah. Tapi anehnya ia tak merasa sakit sama sekali.

“Aduh, bagaimana ini?” Kepanikan Jiheon bertambah. Ia memegangi lengan kawannya kuat-kuat. “Ini pasti sakit sekali. Kau harus cepat diobati!”

“Aku tidak apa-apa, Jiheon-a. Sungguh. Ini tidak sakit—Hei, hei, hei. Mengapa kau malah menangis?”

Jiheon pun heran kenapa tahu-tahu air mata memburamkan penglihatannya lalu mengalir menuruni pipinya tanpa henti, meski ia sudah berkali-kali menyusutnya dengan ujung baju terusan. Bagaimanapun, Jiheon adalah seorang gadis cilik berhati lembut yang mudah terenyuh oleh hal-hal kecil. “Karena kau terluka, Yang Jeongin! Kau terluka ketika bermain denganku! Kau berdarah dan kesakitan! Huhuhuhuhu ….

“Baek Jiheon, sudah kubilang kalau aku baik-baik saja. Berhentilah menangis. Kau terlihat sangat jelek ketika mena—“

“MAMA!!! JEONGIN TERLUKA!!! HUHUHUHUHU ….

Sebelah tangan Jeongin menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. Ia agak tidak mengerti dengan jalan pikiran Jiheon. Dirinyalah yang terjatuh dan terluka, tetapi malah gadis itu yang berurai air mata. Untuk beberapa saat Jeongin hanya dapat memegangi sikunya yang berdarah, sementara ia menatap bingung gadis cilik yang menangis tersedu-sedu itu.

“Sudahlah, Baek Jiheon. Kalau kau merasa bersalah, ambilkan saja obat merah untukku. Berhenti menangis. Kau sangat jelek ketika sedang menangis.”

Perlahan, Jiheon pun menghentikan tangisannya. Masih dengan mata sembab dan pipi basah oleh aliran air mata, gadis itu mengarahkan tatapan pada Jeongin. “Kau tidak marah padaku?”

“Untuk apa marah padamu? Toh kau tidak ada salah.”

“Hmm … baiklah. Tunggu sebentar, ya. Aku akan mengambilkan obat luka untukmu.”

Jiheon pun bangkit berdiri dan masuk ke rumahnya, meninggalkan Jeongin yang masih memegangi sikunya yang kini baru terasa nyeri.

Beberapa saat kemudian gadis itu kembali. Tak hanya sendiri, ibu dari sang gadis cilik juga turut serta sambil membawa semangkuk air bersih dan kotak obat. Beliau berjongkok di hadapan Jeongin dan meringis ketika melihat luka di siku bocah itu.

“Aduh, kenapa bisa sampai begini? Sudah Mama peringatkan untuk main dengan hati-hati, kan?” ucap beliau seraya membersihkan daerah yang luka dengan kapas basah.

“Iya, Ma. Jiheon salah karena tidak sengaja mendorong Jeongin,” sahut Jiheon sambil menundukkan kepala.

“Saya juga salah, Tante. Saya … terpeleset hingga terjatuh.”

“Apapun itu,” ujar sang Ibu dengan tangan yang menempelkan plester pada siku Jeongin, “lain kali lebih berhati-hati saat bermain ya, supaya tidak ada lagi kejadian seperti ini.”

Alright, captain!” balas Jiheon dan Jeongin hampir bersamaan.

Setelah sang Ibunda kembali ke rumah, Jiheon mengarahkan tatapannya pada Jeongin. “Bagaimana? Apa kau mau melanjutkan perang kita?”

“Tidak usah. Kita anggap saja kerajaan kita berdua sudah menandatangani surat damai dan hidup bahagia. Bagaimana?”

“Ide bagus.”

“Oh, atau kita boleh membuat kisah bahwa Putri Baek dan Pangeran Yang memutuskan untuk menikah, sehingga kedua kerajaan pun akhirnya bersatu. Bagaimana?”

“Maksudmu, kau dan aku?” Jiheon menunjuk dirinya sendiri, lantas memberi Jeongin sebuah pukulan keras di bahu. “Dasar gila.”

-fin-

A/N

  • LET ALL THE UWUs JUMP OUT!!! Lagi-lagi salahkan kebiasaanku ubek-ubek acc manip2 di Instagram dan sekarang aku ngeship dua bayi yang menggemaskan ini
  • Kayaknya mereka kalau jadi childhood friend gitu lucu bet ya ga sii?
  • Tell me what you think 🙂

How does it taste?