After All These Years

1547170563151

[Mark Lee & Jane Jung]

“Jane, kau berhutang penjelasan padaku.”

© 2019 by graesthetic

cr. moodboard to HyeKim

.

Awalnya, Mark Lee bermaksud untuk rehat. Mencuri-curi waktu untuk mengistirahatkan diri di sela-sela kesibukannya sebagai dokter muda stase kegawatdaruratan di salah satu rumah sakit ternama. Ia sudah memulai jam kerjanya hari ini sejak pagi-pagi buta, dan akibat banyaknya pasien gawat darurat, pemuda itu bekerja tanpa henti hingga kini hari menjelang sore. Mark Lee memang cekatan; tanpa kenal lelah memeriksa pasien yang tiba, menyiapkan peralatan yang dibutuhkan pasien lalu memberikan pertolongan pertama.

Memang, sudah merupakan tugas seorang dokter untuk merawat seluruh pasien yang ada, tanpa membedakan status, later belakang, atau jenis penyakit. Tetapi, bagaimanapun dokter juga adalah manusia yang juga mengenal rasa lelah dan letih. Seharian bergerak ke sana kemari demi menyelamatkan nyawa orang-orang sakit, Mark pun tiba pada titik lelahnya dimana rasanya ia tak akan bisa bergerak lagi jika tidak mengambil waktu beberapa saat untuk melakukan isi ulang daya pada tubuhnya.

Namun, belum ada lima menit ia duduk di kursi yang ada di salah satu sudut rumah sakit dan memejamkan mata, suara salah seorang rekan membuat kantuk serta letihnya menguap seketika.

“Bangun, Mark Lee! Riwayatmu akan tamat bila ada senior yang melihatmu tertidur! Ayo, ikut aku! Ada seorang pasien gawat darurat yang baru saja tiba!”

Setelah memastikan bahwa stetoskopnya masih tergantung dengan baik di leher, Mark segera berlari mengikuti kawan sejawatnya tersebut.

Mengikuti arah tunjukan dari seorang perawat yang ia tanya mengenai keberadaan sang pasien gawat darurat yang baru saja tiba, Mark pun menyibak tirai salah satu bilik yang dimaksud. Beberapa petugas medis telah berdiri mengelilngi tempat tidur dalam bilik tersebut.

“Bagaimana keadaannya?” Mark diam-diam bertanya pada kawan sejawatnya yang lain, sementara seorang dokter spesialis tengah memeriksa pasien tersebut dengan stetoskop.

“Nadinya lemah, nafas bau keton, serta tekanan turgor kulit menurun. Dehidrasi berat,” sahut sang kawan.

Mark melongokkan kepala, berusaha melihat sosok pasien yang tergolek lemah tersebut. Seorang gadis surai hitam kecoklatan. Matanya sangat cekung dengan lingkaran hitam di sekeliling, pipinya amat tirus, dan lengannya yang amat kecil seperti tulang berbalut kulit. Ketika perawat mengangkat baju gadis tersebut setengah badan, Mark dapat melihat beberapa tulang iga sang pasien yang tampak di balik kulitnya.

Dan betapa terkejutnya Mark ketika menyadari bahwa pasien tersebut adalah Jung Jane, mantan kekasihnya.

Mark pernah menjalani hubungan yang manis dengan Jane, sebelum mengakhirinya lima tahun yang lalu saat ia hendak memasuki tahun pertamanya sebagai mahasiswa kedokteran. Setahunya, setelah kelulusan SMA gadis itu melanjutkan pendidikan di kota yang berbeda, dan komunikasi mereka terputus sama sekali selama lima tahun. Mark tidak mendengar kabar dari Jane, bagaimana gadis itu menjalani kehidupannya, apa kegiatannya di perkuliahan. Dan tahu-tahu mereka dipertemukan lagi secara tidak terduga: sebagai seorang dokter dan pasien.

Mark menatap sendu pasien kurus kering yang terbaring tersebut. Selang infus terhubung ke punggung tangannya. Masker oksigen menutupi wajahnya. Berbagai pertanyaan berkecamuk di pikiran Mark. Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Apa yang terjadi dengan gadisnya selama lima tahun ke belakang?

“Mark Lee!” Suara tegas sang dokter senior membuyarkan lamunan semu Mark. “Berikan diagnosamu terhadap pasien ini!”

Sekali lagi, Mark menatap Jane dari ujung kepala hingga ujung kaki, mengabaikan hatinya yang mencelos melihat tulang-tulang gadis itu yang bahkan bagai menonjol keluar saking kurusnya. Kali ini ia berdiri sebagai seorang dokter, yang harus bersikap profesional dan dituntut untuk berpikir cepat serta mengesampingkan perasaan pribadinya.

Sebuah helaan napas meluncur keluar dari mulut Mark sebelum ia menjawab. “Anorexia nervosa.”

***

Kondisi Jane Jung kini telah membaik. Meski kesadarannya belum kembali serta dirinya masih harus bergantung pada selang infus dan selang oksigen, tetapi pengukuran yang terakhir kali menunjukkan bahwa kondisi vitalnya sudah tak lagi berada di bawah ambang batas normal. Lagi, gadis itu sudah dipindahkan ke ruang rawat inap untuk menerima perawatan lebih lanjut menuju proses pemulihan.

Mark sengaja meminta izin pada teman sejawatnya untuk tidak bertugas sampai Jane kembali sadar. Dengan sedikit penjelasan mengenai hubungan masa lalu Mark dengan mantan kekasihnya itu, akhirnya sang kawan menyetujui. Masih dengan jas dokter yang membalut tubuhnya disertai stetoskop yang tergantung di leher, Mark pun sabar menunggu di ruang rawat inap Jane.

Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya Jane kembali membuka kedua matanya. Dan Mark dapat merasakan keterkejutan gadis itu ketika pandangan mereka bertemu selama beberapa detik.

“Kaget karena bertemu denganku dalam situasi seperti ini?” adalah kalimat pertama yang diucapkan Mark ketika gadisnya sadar. Dirajutnya langkah mendekati tempat sang dara berbaring.

Jane tidak menjawab. Ia hanya meminta Mark untuk membantunya duduk, bersandar pada bantal, dan Mark pun menurutinya. Hati pemuda itu mencelos ketika menyadari bahwa tidak perlu bersusah payah untuk menegakkan punggung Jane, yang mengartikan bahwa gadis itu sudah kehilangan sangat banyak berat badan.

“Kau ditemukan dalam keadaan pingsan oleh salah satu kawanmu, yang langsung membawamu kemari. Sekarang ia berada di lobi, mengurus administrasi rawat inapmu,” jelas Mark singkat, seakan dapat membaca pikiran sang gadis Jung.

Jane hanya terdiam. Kepalanya sengaja ia tundukkan, seakan tak mau menatap Mark langsung.

“Jane, kau berhutang penjelasan padaku,” celetuk Mark.

“Tentang apa?” Jane menjawab sambil membuang wajah.

“Semuanya. Apa saja yang terjadi selama lima tahun ke belakang, dan bagaimana kau bisa berakir dengan keadaan menyedihkan seperti ini.”

Jane menggigit bibirnya. “Tidak ada yang perlu dijelaskan, Mark Lee.”

Mark menghela napas. Dalam satu hal, Jane tidak berubah. Ia masihlah gadis yang keras kepala, sama seperti dulu.

Anorexia nervosa, suatu kondisi dimana sang penderita berusaha untuk mempertahankan berat badannya jauh di bawah normal, entah itu dengan sama sekali menolak makanan atau membuang kembali makanan yang telah ia santap. Itu adalah diagnosisku terhadap keadaanmu, dan dokter seniorku tidak menyalahkan, meski beliau mengatakan bahwa dugaanku tersebut harus diperkuat dengan pemeriksaan secara psikologi.” Mark kembali memancing Jane untuk berbicara. “Tentu kau menyadarinya, kan?”

Gadis darah Jung itu masih bungkam.

Mark meraih pergelangan tangan kanan Jane, memperhatikan lengannya yang sangat kurus. “Lanugo. Tubuhmu menumbuhkan rambut-rambut halus sebagai usaha proteksi dari dingin akibat cadangan lemak dalam tubuhmu yang telah tiada. Kau masih ingin menyangkal, nona Jung?”

Jane segera menarik lengannya dari genggaman Mark. “Berhenti, kumohon.”

“Baiklah.” Ekspresi Mark melunak. Ia pun mengambil tempat duduk di tepi tempat tidur Jane, menatap gadis itu lekat-lekat. “Kalau begitu beritahu padaku apa yang terjadi padamu.”

“Ceritanya panjang, Mark.”

“Tak apa, aku punya waktu.”

Kendati demikian, Jane tak jua langsung menjawab. Ia memainkan buku jarinya serta menggigit bibir bawahnya beberapa kali. Mark dapat melihat pupil gadis itu yang bergetar. Pemuda itu tidak menuntut. Ia sabar menunggu hingga sang gadis siap untuk bercerita.

“Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar, Mark Lee,” ujar Jane mengawali kisahnya. “Setelah hubungan kita berakhir, kita sama-sama melanjutkan pendidikan kita di tempat yang berbeda. Tetapi, tak lama setelah itu aku keluar. Aku tidak mampu menjalaninya. Aku pun hanya melanjutkan dengan mengikuti beberapa kursus. Aku juga sempat menjalin hubungan dengan beberapa lelaki untuk waktu yang tidak lama, dan kisah cintaku berakhir menyedihkan. Puncaknya, adalah ketika perceraian kedua orang tuaku dan ayahku memutuskan untuk menikah lagi.”

Menceritakan kisahnya secara singkat sudah mampu membuat Jane berlinangan air mata. Beruntungnya, Mark menyadari situasi tersebut dan dengan lembut ia menghapus likuid bening yang turun di pipi Jane dengan ujung lengan jas dokternya. Sementara perasaan Mark sendiri kacau.

“Hal yang aku sesali adalah aku yang tidak menghubungimu saat itu. Tapi, aku takut mengganggumu. Aku segan dan tidak berani. Kau pasti sudah menemukan kebahagiaanmu di kampus, bertemu teman-teman dengan minat yang sama, bersama-sama mengejar cita-cita sejak kecilmu. Aku tidak ingin membebanimu; notabene status kita kini tak lagi sepasang kekasih. Aku tidak perlu menyeretmu dalam masalah keluargaku, kan?”

Pertahanan Mark mulai runtuh dan kini air matanya ikut menetes.

“Dan ketakutanku terbukti karena kau sama sekali tidak ada menghubungiku. Satu kali pun.”

Mark menggenggam tangan Jane dan meremasnya perlahan. Kini ia menundukkan kepala, tak lagi mampu berhadapan dengan gadis Jung itu. Dalam hati ia membenarkan perkataan Jane dan mulai merutuki dirinya. Mengapa dulu ia tidak melawan rasa bersalah atau gengsinya dan menjadi pihak pertama yang mengontak Jane? Mengapa ia tidak berada di sisi gadis itu dalam masa sulitnya hingga Jane tidak perlu berakhir dalam keadaan menyedihkan seperti ini?

“Tapi, kurasa ada baiknya juga. Keadaanku membuat kita akhirnya berjumpa lagi, dan kuterka seluruh perhatianmu kini tercurah padaku, kan?” Jane menyunggingkan senyum getir.

“Tetapi tidak seharusnya kau menyiksa diri seperti ini, Jane ….”

“Aku hancur, Mark Lee,” ucap Jane yang kemudian terisak. “Aku hancur …. Tak ada satu orang pun yang mengerti diriku. Di tengah kefrustrasianku, inilah yang kulakukan. Dan kurasa sekarang aku tak bisa berhenti ….”

Mark meraih tubuh Jane yang mungil—amat mungil—dalam dekapannya. “Maafkan aku …,” lirihnya.

Jane menggelengkan kepala. “Tidak perlu. Semuanya sudah terjadi. Tak ada yang perlu disesali. Aku pun tidak berharap banyak padamu. Kedatanganku kini hanya akan menambah beban pikiranmu. Tidak seharusnya aku muncul kembali di hadapanmu dengan segudang persoalan. Aku memang gadis yang menyedihkan.”

“Tidak,” balas Mark. Ia melepas dekapannya, lalu menangkup wajah Jane dan menatap gadis itu lurus-lurus. “Biarkan aku menebus kesalahanku. Semua ini bisa diperbaiki.”

“Bagaimana?” Jane menyahut dengan nada putus asa. “Apa kau bisa mengembalikan semuanya seperti keadaan semula, layaknya lima tahun yang lalu? Apa yang akan kau lakukan?”

Mark tertegun. Jane benar, lima tahun bukanlah waktu yang singkat dan berbagai peristiwa tentunya sudah terjadi. Tak akan mungkin untuk memperbaikinya dalam sekejap. Sudah banyak luka yang tergores di hati mantan kekasihnya itu yang mustahil hilang dalam waktu singkat.

Tetapi, tak ada kata menyerah dalam kamus hidup Mark.

“Aku tidak bisa menjanjikan kebahagiaan padamu, jane,” ucap Mark akhirnya, “tetapi yang dapat kupastikan adalah ke depannya kau tidak akan sendirian. Aku tak akan lagi menjadi seorang Mark Lee yang sibuk dengan urusanku, yang mengabaikanmu, yang membiarkanmu berkecimpung dalam persoalanmu seorang diri. Kau bisa menjadikanku tempat cerita, tempat berbagi beban hidup, tempat membuang uneg-uneg, semuanya. Kita bisa saling bertukar pengalaman, saling menguatkan, saling mendoakan.”

Jane masih terisak dengan kepalanya yang menggeleng pelan. Mark pun kembali mendekap dara itu.

“Jane, maukah kau percaya padaku kali ini?”

Mark maklum ketika Jane tidak langsung memberikan jawaban. Pasti sulit baginya untuk memberikan kepercayaannya pada orang lain setelah apa yang ia alami lima tahun silam.

Tetapi ketika akhirnya Jane mengangguk, air mata haru Mark menetes dari sudut netranya. Sebuah ikrar terpatri sempurna di hatinya.

Untuk selalu menjaga jane, menemani Jane melewati keras dan beragamnya persoalan hidup, dan menjadi pilar yang kokoh tempat gadis itu bersandar.

-fin-

Glossarium:

  • Nafas bau keton: kondisi dimana nafas mengeluarkan bau seperti aseton (bau seperti cat kuku)
  • Tekanan turgor kulit: derajat elastisitas kulit, diperiksa dengan cara mencubit sedikit bagian kulit kemudian melepaskannya

A/N

  • Pertama, selamat ulang tahun untuk Donna Zuna Azaria yang hari ini genap berusia 18 tahun ^^
  • Maafkan minjem mbak Jane ndak bilang2 yha hahahaha eh tapi chat kita di WA itu udah tergolong bilang atau nggak kah?
  • TAPI INI FAIL BANGET MAAFKAN

 

One thought on “After All These Years

  1. KAKGEEEEEEEEEEEEE

    maaf bangeettt maafff aku baru komen sekarang TT_TT padahal ultahku udah 2 bulan yang lalu ya astaga timpuk saya pake cintanya mark lee :”)

    pertama tama aku tu selalu sukakk sukaak banget sama fiksi yang berlatar medikal gini, emosionalnya selalu dapet dan aku bacanya sambil nahan teriakan dong apalagi pas mark meluk jane yang mungil banget itu :”) di sini bener2 tergambar jelas banget gimana kekhawatirannya mark, dan usahanya dia buat ngeyakinin jane biar bisa balik kayak dulu lagi… kakge……………..im so soft………… TT_TT

    kedua, aku suka bangetttt sama gaya penulisannya kakge yang bener2 menggambarkan bahwa authornya adalah da real medical student, yang pastinya ilmu2 yang kakge pelajari bermanfaat bagi pembaca ^^ aku jadi ngerti istilah2 baru dalam dunia medis, dan ‘oh moment’ nya itu ketika disitu dijelasin kalo tumbuhnya rambut halus itu sebagai proteksi tubuh dari suhu dingin… dan aku baru tau juga kalo ada jenis penyakit yang seperti itu….

    intinyaaa aku suka bangett ngeettt… ceritanya sweet ngalir gituuu dan mark lee nya juga kebayang dokter bijaksana banget di otakku :”) aku juga ngebayangin si jane ini kering kerontang astagaa mana aslinya si jane ini emang kurus banget, ini dibikin makin kurus aaaaaaaaaa cepet sembuh yaa mbak jane 😥

    kakgeeeee nice fic banget inimaahhh aku sukaaa suka sukaaa pokoknya! ❤ ❤ ❤ maaf baru komen juga berasa durhaka:" keep writing yaaa kakk! soon nulis kisah2 mistis selama jadi anak kedokteran leh ugha hwhwhwhw

    see ya kak! ❤ mau komen di ff lainnn

    Like

How does it taste?