Behind

7abd1bd30275ebc987e3cd60b669d824

[Kim Jongin x Honeysals]

“Kau akan membenciku setelah ini, kan?”

© 2019 by graesthetic

.

Honeysals. Hampir setiap kaum muda di seluruh dunia pernah mendengar namanya. Seorang gadis asal Asia Tenggara dengan segudang talenta. Berbagai bidang seni dikuasainya. Tarik suara, tari, rap, aransemen lagu, bahkan lakon sandiwara. Ia debut sebagai seorang idola pop di usia masih belia, dan memasuki masa dewasa muda, ia sudah menginjakkan kaki di berbagai negara. Beragam penghargaan telah ia raih di usia yang masih terbilang muda.

Namun, semua prestasi tersebut tak lekas membuatnya menjadi seorang yang angkuh. Sebaliknya, ia kerap menebar senyum, terutama pada penggemar-penggemarnya. Honeysals dianugerahi eye smile yang memikat serta kurva bahagia yang menular, yang akan membuat setiap orang otomatis ikut tersenyum tatkala melihatnya. Honeysals dikenal sebagai idola yang dekat dengan penggemarnya. Ia kerap mengunggah foto-foto diri serta kegiatannya di sosial media, pun berinteraksi dengan penggemar melalui media yang sama. Ia dikenal pula dengan perhatian lembutnya pada orang-orang, serta sikap dermawannya yang dibuktikan dengan banyaknya sumbangan yang ia berikan atas namanya. Bahkan tak sekali dua kali ia terlihat berpartisipasi sebagai relawan dalam acara-acara tertentu.

Di panggung, Honeysals terkenal dengan aura presensi panggungnya yang memikat. Macam-macam konsep lagu bisa ia bawakan tanpa cacat. Ia mampu menghipnotis orang-orang dengan karisma di setiap penampilannya, membuat tak ada seorang pun yang dapat mengalihkan perhatian. Video-video yang diunggah tentang dirinya selalu meraup jumlah penonton yang spektakuler, dan tentunya disertai respon positif. Tiket konser maupun jumpa penggemarnya selalu habis dalam waktu singkat—bukti banyaknya antusiasme yang ditujukan untuknya.

Honeysals yang cantik. Honeysals yang berbakat. Honeysals yang berhati mulia. Tidak heran bila tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan, besar maupun kecil, banyak orang yang mengidolakannya.

Tak terkecuali Jongin.

Kim Jongin adalah seorang pelajar sekolah menengah asal Korea Selatan. Satu dari ribuan penggemar Honeysals di seluruh dunia. Terdapat lima poster Honeysals yang terpajang dengan baik di dinding kamarnya. Beberapa album sang idola terlihat berjejer rapi di meja belajarnya. Bila Jongin sedang berada di kamar, bisa dipastikan akan terdengar lagu-lagu Honeysals diputar.

Jongin menyukai Honeysals sejak pertama kali gadis itu menyelenggarakan debutnya. Jongin terpukau dengan koreografi yang dibawakan oleh sang idola. Menurutnya, tarian Honeysals dan setiap gerak tubuhnya merupakan definisi dari sempurna. Jongin tidak pernah malu menunjukkan bahwa ia adalah penggemar berat Honeysals. Sebaliknya, ia malah meminta teman-temannya untuk menonton video musik sang idola setiap kali melakukan comeback. Katanya, untuk menambah jumlah penonton.

Ketika Jongin mendengar bahwa Honeysals akan mengunjungi Korea sebagai salah satu destinasi konser tur dunianya, pemuda itu amat girang. Ia bertekad penuh untuk bisa menghadiri konser idola. Bagi Jongin, ini adalah kesempatan langka yang tak boleh disia-siakan, atau ia harus menunggu cukup lama sampai kesempatan kali lain tiba. Jongin menabung sejak jauh-jauh hari, bahkan mengambil beberapa pekerjaan paruh waktu demi menambah uang tabungannya. Ia juga mulai menghemat pengeluaran hariannya. Semuanya ia lakukan dengan senang hati. Demi bertemu sang idola.

Setelah masa penantian yang tidak sebentar, akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Honeysals menginjakkan kaki di Seoul, Korea Selatan, dan disambut oleh sangat banyak orang bahkan ketika ia baru hendak keluar dari bandara sekalipun. Beruntung penjagaan di bandara cukup ketat, dan para penggemar bisa mengatur dirinya dengan baik sehingga tidak terjadi kekacauan yang berarti.

Konser diadakan satu hari setelah kedatangan Honeysals. Meski di jadwal konser baru dimulai di malam hari, tetapi Jongin dan penggemar lainnya telah datang berkumpul di depan pintu masuk venue sejak pagi-pagi benar. Ini untuk mengantisipasi kerusuhan kecil yang biasa terjadi saat hendak memasuki venue akibat banyaknya pendatang. Selama menunggu, Jongin berkenalan dengan beberapa penggemar lainnya, dan mereka bercengkrama layaknya teman lama, membahas idola mereka.

Pintu masuk dibuka. Para penggemar berbondong-bondong memasuki venue, sibuk mencari posisi sesuai tiket yang didapat—walau tak sedikit penggemar curang yang dengan sengaja menempati posisi yang tidak sesuai tiket dengan maksud agar lebih terlihat. Berkat ketekunannya bekerja dan menabung, Jongin mendapat posisi yang tidak jauh dari panggung. Kegembiraannya makin meluap.

Konser dibuka dengan penampilan lagu debut Honeysals, yang secara tak langsung mengajak para penggemar untuk melakukan kilas balik ke masa-masa di mana Honeysals masih terlihat imut, lugu, dan menggemaskan. Gadis remaja yang lucu itu kini telah bertransformasi menjadi seorang wanita muda yang berkharisma, yang elegan, yang dewasa, tapi masih terdapat secuil sisi menggemaskan. Kombinasi karakter yang disukai oleh penggemar.

Berbagai penampilan disuguhkan oleh Honeysals dalam konser tersebut. Kebanyakan penampilan lagu-lagunya sendiri. Sesekali Honeysals juga melakukan penampilan cover dari musisi atau idola lainnya. Di sela-sela penampilan, tak lupa Honeysals menyertakan perhatian-perhatian kecilnya pada penggemar—ciri khasnya. Ia mengambil ponsel salah satu penggemar dan melakukan swafoto pada kamera ponselnya. Ia mengajak penggemar lain untuk naik ke panggung dan memberinya pelukan. Jongin sendiri mendapat sebuah boneka beruang putih kecil ketika Honeysals melemparkan beberapa bonekanya dalam penampilan lagu yang berjudul Bear Love.

Selama tiga jam lebih Honeysals menghibur para penggemarnya di Seoul. Di penghujung acara, Honeysals menyampaikan rasa terima kasihnya pada para penggemar untuk antusiasme mereka, serta rasa gembiranya bisa bersenang-senang dengan penggemar Korea. Setelah sesi foto bersama, Honeysals kembali ke belakang panggung. Konser selesai, dan penyelenggara acara mempersilakan para penggemar untuk keluar dari venue.

Tak mudah bagi Jongin untuk melepas euforia konser begitu saja. Ia telah berusaha menabung cukup lama untuk bisa menonton konser ini. Terlalu cepat dan terlalu sayang bila Jongin harus langsung pulang begitu saja. Sisi nekatnya pun mencuat keluar.

Jongin akan menyelinap ke belakang panggung.

Memang terdengar gila, tetapi Jongin adalah tipe orang yang memiliki tekad kuat. Ketika ia sudah menetapkan sebuah tujuan, ia pasti akan mencapainya. Dengan mengendap-endap Jongin berjalan memutar, sengaja melewati bagian venue yang gelap dan sepi demi menghindari inspeksi. Antena khayalannya dipasang untuk mendeteksi kehadiran petugas venue  atau tim penyelenggara acara dalam radius tertentu. Matanya jelajatan memindai situasi setiap inci pergerakannya. Jantungnya memang berdebar-debar dan keringatnya bercucuran. Sungguh ini adalah sebuah kegiatan yang memacu adrenalin. Tetapi Jongin tidak peduli. Tekadnya sudah bulat.

Sebenarnya, Jongin juga tidak tahu apa yang hendak ia lakukan bila ia beruntung selamat dan bisa menemui Honeysals secara empat mata di belakang panggung. Mungkin berfoto bersama. Mungkin meminta tanda tangan. Mungkin menyerahkan barang pribadinya—jam tangan, sapu tangan, dan sekotak susu cokelat—sebagai kenang-kenangan untuk sang idola. Tidak ada rencana khusus, yang penting Jongin bisa berhadapan langsung muka dengan muka dengan Honeysals.

Menghabiskan lebih dari tiga puluh menit dengan perasaan waswas, Jongin pun sampai di ruang pribadi Honeysals yang ada di gedung venue tersebut. Dewi Fortuna sepertinya sedang berpihak pada Jongin. Tak banyak petugas keamanan maupun tim penyelenggara konser yang ia temui. Hanya sedikit dan Jongin dapat dengan sigap bersembunyi dalam hitungan sekon. Mungkin ada bagusnya Jongin mengambil sisi venue yang sepi dan gelap tersebut, meski berkali-kali Jongin harus memanjatkan doa agar dirinya tidak disekap oleh makhluk halus.

Di depan pintu ruang pribadi Honeysals, Jongin menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya, menarik napasnya lagi, menghembuskannya, dan melakukannya berkali-kali. Tak bisa dipungkiri Jongin begitu gugup untuk berhadapan langsung dengan idolanya. Tinggal membuka pintu abu tersebut, Jongin bisa melihat Honeysals secara langsung, memerhatikan bentuk wajahnya dengan sesama, melihat senyum khas gadis itu dalam jarak dekat. Semua fitur kecantikan Honeysals yang selama ini hanya dapat ia saksikan lewat layar atau kagumi lewat gambar, kini dapat ia lihat secara nyata.

Bukankah itu menakjubkan?

Setelah menyemprot bagian depan tubuhnya berkali-kali dengan parfum dan mengunyah permen mint-nya dengan baik serta memastikan jantungnya bekerja secara normal, perlahan Jongin memberanikan diri untuk membuka pintu abu-abu tersebut.

“Permi—“

TAK!

Honeysals kebetulan sedang berada di dalam ruangan, berjongkok membelakangi pintu. Ketika Jongin berucap, gadis itu cepat-cepat berdiri, berbalik, dan menatap Jongin dengan wajah memucat.

Jongin sudah berada di dalam ruangan. Gadis idolanya menatapnya dengan mata membelalak dan wajah seputih salju. Sudah seharusnya Jongin memberi penjelasan.

Tetapi, entah mengapa lidahnya kelu. Otaknya kosong tak tahu harus mengatakan apa.

Uhm …. Maaf …. Saya adalah pengge—Tanganmu kenapa?!”

Atensi Jongin teralih pada pergelangan tangan kiri idolanya yang mengucurkan darah dengan deras. Dengan sigap ia mengeluarkan sapu tangan di dalam tasnya, dan langsung mengikat pergelangan tangan sang idola dengan amat kuat untuk menghambat pendarahan.

Dan tiba-tiba Honeysals menangis.

Tangis gadis idola seluruh dunia itu pecah di pelukan Jongin.

Jongin yang bingung membawa Honeysals ke sofa terdekat. Saat itu tampaklah sebuah cutter tergeletak di lantai—cutter yang jatuh tepat ketika Jongin memasuki ruangan tadi.

“Kau …. Kau ….” Jongin tak berani melanjutkan kata-katanya.

“Aku tahu,” balas gadis itu di tengah isak tangisnya. Ia masih menunduk. “Aku tahu aku salah. Tetapi aku sudah lelah hidup.”

***

Lelah dan hampa. Itulah yang Hani rasakan ketika kembali ditinggal sendirian di ruangan pribadinya. Seluruh staff-nya sedang pergi untuk melakukan evaluasi serta diskusi dengan pihak penyelenggara konser, mempersilakan Hani untuk memakai waktu ini guna istirahat.

Hani benci saat-saat seperti ini. Saat dimana tak ada seorang pun yang bersamanya, saat dimana ia harus beradaptasi dari meriahnya konser bersama lautan manusia kepada kesendirannya di ruangan kecil. Secara fisik, Hani lelah. Ia merasa terus menerus diperbudak, menari, menyanyi, memasang senyum gembira karena semua orang menyukai senyum manis khas Honeysals, demi meraup uang yang pada akhirnya akan diserahkan pada agensinya. Menyanyi dan menari di panggung memanglah impiannya sejak kecil, tetapi ia tak menyangka tampil di panggung akan menguras tenaga dan perasaannya hingga tak bersisa.

Sayangnya, Hani tak bisa berhenti. Kontrak sudah ditandatangani. Hani harus mengikutinya hingga akhir.

Saat sedang beristirahat sendirian itulah, Hani melihat sebuah cutter tergeletak di meja rias. Bagai terhipnotis, tangan gadis itu terulur untuk meraih cutter tersebut. Ia membukanya, memperhatikan betapa tajamnya ujung cutter tersebut. Membayangkan apabila ujung tajam itu merobek nadinya, membiarkan darahnya bercucuran, melepaskan jiwanya yang terkekang.

Mungkin dengan cara itulah Hani bisa bebas.

Hani berjongkok, kemudian membuat beberapa goresan tipis di sekitar pergelangan tangan kirinya. Apakah ini akibat ia terlalu lelah, sehingga saraf sakitnya tak lagi berfungsi? Kenapa secara fisik maupun batin ia tak lagi merasakan apa-apa?

Usai goresan-goresan tipis, Hani mengambil napas dalam-dalam. Bersiap untuk melakukan robekan daging yang sebenarnya.

Selamat tinggal, karirku …. Selamat tinggal, para penggemar …. Selamat tinggal, semua—

“Permisi ….”

Bukan suara teriakan, jeritan, ataupun kegaduhan, tetapi suara sapaan tersebut berhasil mengejutkan Hani. Saking terkejutnya, cutter yang ada dalam genggamannya pun sampai terlepas. Apalagi, gadis itu sadar ia sama sekali tak mengenal suara tersebut. Hani cepat-cepat bangkit berdiri dan membalikkan badan. Lebih terkejut lagi ketika ia mendapai sesosok laki-laki yang tidak ia kenal.

Siapa dia? Dan mengapa ia bisa sampai di sini?

Hani panik, tentu saja. Tetapi entah mengapa ia tak bisa berteriak ataupun meminta tolong.

Uhm …. Maaf …. Saya adalah pengge—Tanganmu kenapa?!”

Hani pun menoleh ke arah tangannya dan menatapnya nanar. Ia baru teringat, bahwa beberapa saat yang lalu ia hampir saja melakukan aksi bunuh diri. Kalau bukan karena pemuda ini yang entah bagaimana menyelonong masuk ruang pribadinya, mungkin sekarang Hani sudah tergeletak di lantai, bersimbahkan darah, menanti ajal menjemput.

Hati gadis itu terasa pilu, dan tak mampu lagi ia menahan gelombang perasaannya sendirian. Benteng air matanya bobol dan tangisannya pun pecah.

Hani tahu pemuda itu mengatakan sesuatu, tetapi ia tak bisa mendengarnya dengan jelas. Hani pun hanya menganggukkan kepala di sela-sela tangisnya. “Aku tahu …. Aku tahu aku salah. Tetapi aku sudah lelah hidup.”

Tepat saat itu, pintu ruangan tersebut kembali terbuka. Hani cepat-cepat menegakkan punggung, lalu melirik pemuda di sampingnya yang wajahnya memucat.

Beruntung, rupanya yang memasuki ruang tersebut adalah manajer pribadi Hani.

“Dek Hani, dia siapa?” tanya sang manajer. Nadanya tidak terdengar panik ataupun marah, tetapi lebih menyiratkan sebuah kekhawatiran.

Pemuda itu bangkit berdiri, tetapi Hani menahannya. “Dia … penyelamatku. Oh ya, Kak, aku boleh berjalan-jalan sebentar? Kurasa aku butuh udara segar sebelum kembali ke hotel.”

Hani tahu manajernya adalah orang yang paling pengertian. Manajer yang telah bekerja sama dengan Hani semenjak ia debut itu sudah terasa seperti saudara kandungnya sendiri. Bahkan ia tahu segala pergumulan dan permasalahan Hani.

“Boleh. Tapi ingat, kau harus kembali ke hotel setidaknya untuk tidur dua jam. Meski besok kau bisa tidur di pesawat, tapi tetap saja kau harus beristirahat dengan meluruskan punggung untuk beberapa saat.”

“Oke.”

“Jangan lupa masker, topi, jaket tebal, dan kacamata. Kau tidak ingin menimbulkan masalah baru ketika orang mengenalimu, kan?”

“Baiklah.”

Setelah mengambil beberapa peralatan penyamarannya, Hani menggandeng pemuda itu keluar. Hani meminta sang pemuda untuk membawanya ke sebuah tempat terbuka yang tidak ramai dikunjungi orang. Ketika pemuda itu menyarankan untuk pergi ke pantai, Hani setuju. Mereka pergi menggunakan sepeda motor yang dibawa oleh pemuda itu.

Keduanya duduk di pasir tepi laut, menikmati dua gelas teh hangat, menikmati suara laut.

“Siapa namamu?” Hani mengajukan pertanyaan sekaligus sebagai pembuka percakapan.

“Jongin. Kim Jongin.”

“Honeysals.”

“Ya, aku tahu.”

“Kau pasti penggemarku?”

Pemuda itu menundukkan kepala, dan Hani dapat menangkap senyum yang terukir di bibirnya.

“Tidak usah malu. Aku malah senang.” Gadis itu menyesap teh hangatnya. “Terima kasih, untuk pertolongan pertamamu. Kalau kau tidak datang, mungkin aku sudah mati kehabisan darah sekarang. Dan tentang yang tadi itu,” Hani menghela napas, “kurasa kau cukup bijak untuk tidak memberitahukannya pada siapapun.”

“Hmm,” pemuda bernama Jongin itu pun ikut menyesap tehnya. “Tapi, boleh kutanya sesuatu? Mengapa kau melakukannya?”

Hani menyunggingkan senyum tipis. “Sebagai penggemar, kau akan geli mendengar jawabanku ini.”

“Jawab saja.”

Diam sejenak. “Aku … sudah lelah hidup.”

“Kenapa?”

“Aku tidak akan memberitahukannya. Kau akan membenciku setelah ini.”

“Tidak akan,” balas Jongin dengan nada kesungguhan menyertai.

Hani kembali menghela napas. “Aku jemu dengan hidup seperti ini. Rasanya, aku tak bisa menjadi diriku sendiri. Aku dituntut untuk selalu berperilaku profesional, menyembunyikan apa yang sebenarnya kurasakan dan hanya boleh menampilkan kebahagiaan karena para penggemarku menyukainya. Jangan salah sangka, aku menikmati setiap interaksi dengan kalian para penggemarku. Kalian adalah hal yang paling berharga untukku. Hanya saja, ketika aku sedang sendirian … aku merasa kosong. Hampa.”

“Tetapi, bukankah hidupmu menyenangkan? Kau dikenal semua orang, karirmu cemerlang, penggemarmu banyak, bukankah itu definisi hidup sukses yang diidamkan semua orang?”

“Ya. Untuk beberapa saat. Sampai kau menyadari bahwa kau tak lebih dari sebuah boneka pajangan yang ditugaskan untuk menghibur siapapun yang melihatnya. Kau tak lebih dari seekor sapi perah yang hanya akan diambil susu ataupun dagingnya. Dan sampai kau menyadari bahwa kehidupan pribadimu telah direnggut dan tak akan kembali. Lihat? Bahkan untuk ke pantai di malam hari saja aku masih harus memakai penutup tubuh macam-macam seperti ini.”

Kembali hening. Hanya suara ombak yang melingkupi pasangan idola-penggemar tersebut.

“Apa kami membebanimu?” tanya Jongin kemudian.

“Tidak. Mungkin ya. Sedikit.” Hani meletakkan gelasnya di pasir, lalu menggerakkan telunjuknya membuat pola-pola tak beraturan di pasir. “Panggilan-panggilan yang kalian tujukan untukku, secara tak langsung mempengaruhiku untuk berkarakter seperti itu. Honeysals yang murah senyum, Honeysals yang ramah, Honeysals si penebar virus kebahagiaan. Aku jadi terpengaruh untuk terus menerus menunjukkan diriku seperti demikian, tanpa kusadari bahwa itu bukanlah karakterku yang sebenarnya.”

“Lantas mengapa tidak menunjukkan siapa dirimu yang asli?”

“Maka aku akan kehilangan penggemar.”

“Mustahil. Kau kan idola semua orang. Seluruh dunia mencintaimu. Tidak mungkin mereka akan langsung meninggalkanmu hanya karena kau menunjukkan siapa dirimu yang sebenarnya. Aku tidak akan berbuat demikian.”

Kata-kata tersebut terdengar sangat tulus. Hani maklum, pemuda di sebelahnya ini kalau boleh ditebak masih berumur di bawahnya, lebih muda darinya. Tentulah Jongin belum pernah merasakan asam asin pahitnya kehidupan dunia nyata, terutama kerasnya industri hiburan.

“Terima kasih kalau kau bersikap seperti itu,” respons Hani kemudian.

Keduanya menoleh pada waktu bersamaan. Pandangan mereka bertemu, kemudian saling menyunggingkan senyum.

You’ve done well, Honeysals. Kau adalah yang terbaik. Kau memberi inspirasi pada berjuta-juta orang, termasuk diriku. Kau gadis berbakat. Kau hebat. Kau sudah melakukan yang terbaik.”

Hani tak bisa menahan diri untuk tidak membiarkan air matanya kembali keluar. Ia butuh beberapa saat mengerjap demi mengusir air mata tersebut. “Terima kasih,” ujarnya lagi, kali ini dengan suara bergetar.

Tak terasa hari sudah berganti dan tiba waktunya bagi Hani untuk kembali ke hotel, atau ia akan mendapat omelan dari manajer kesayangannya tersebut. Terlebih lagi, pagi-pagi benar nanti ia sudah harus bergegas pergi ke bandara untuk melanjutkan penerbangannya ke Jepang.

Jongin kembali mengantarnya. Bukan ke hotel, melainkan kembali ke venue, tempat sang manajer dan van setianya telah menunggu.

“Selamat beristirahat, Kak Honeysals. Selalu ingat, kau sudah melakukan yang terbaik. Kau adalah yang terbaik.” Pemuda itu tersenyum. “Jaga kesehatanmu dan jangan lupa bahagia. Aku menunggu karya-karya serta penampilan menakjubkanmu yang berikutnya.”

“Terima kasih, untuk hari ini.” Hani menepuk pundak pemuda tersebut dua kali. Kemudian, ia mengangkat tangan kirinya. “Dan terima kasih, telah menyelamatkanku.”

-fin-

A/N

  • DEMI APA AKU GA NYANGKA BAKALAN SEPANJANG INI
  • Oke jadi sebenarnya ini adalah hadiah ulang tahun untuk my precious Salsabila Raihani hehehehe selamat memasuki 18 tahun sayangku …. Semoga semua impianmu terkabul ya, terutama masuk univ dan jurusan impian yuhu ^^
  • Kalau mau nanya Honeysals itu apa, aku kepikiran nya itu gabungan dari namamu “Hani” dan “Salsa–>Sals” jadi kalo someday kamu butuh stage name lehugha nih dipake hehehehe /plak
  • ALTERATE UNIVERSE BANGET YA PEMBACANYA YANG JADI IDOL KIM JONGIN JADI PENGGEMAR HAHAHAHA
  • udah ah gaje banget aku ini pokoknya met ultah aja deh buat kamu… /ppai

 

3 thoughts on “Behind

  1. KAK GECE OH MY GOD!😭

    First thing first, thank you so much, Kak Geceee. Aku nggak nyangka kakak nulis ini buat akuuu, di hari ulang tahunku! This is my first time ever and I’m so so sooooooo veryyyy happyyyy😭

    And… WHY JONGIN WHYYYYY. Aduh pusink aq bayanginnya monangesssh😭 Jongin tuh major weakness aq taw ga si kak geceeee HELP. I mean look at that cutieeee! Gemesh parah pengen aku cuddle rasanya HAHAHAHAHAHA.

    This fic is just beyond my expectationnnn. Selama ini biasanya cuman ngehaluin idol kan, tapi ini…. ini…. bikin aku mikir kayak “EH IYA IYA KENAPA GA KEPIKIRAN GIMANA RASANYA DIHALUIN IDOL” HAHAHAHAH LUCUK PARAH. Dan meski rada susah bayangin diri ini yang mirip kentang jadi idol, tapi bacanya aku senyum senyum sendiriii HUEHUEHUE 😭 Kak Gece rapi banget nulisnyaaa, runtut jugaa. And you know what kak, if this was real and Jongin was really my huge fan (sampe nabung kerja keras gt buat nonton konser huhu), being loved by the whole universe wouldn’t matter that much bikos he’s enoughhh! HAHAHAHAHAHAAHAH ヽ(•‿•)ノヽ(•‿•)ノヽ(•‿•)ノ ((lalu koleps karena fantasinya sendiri)) ((yha han silakan))

    Meski di tengah tengah sempat ada tragedi, aku bersyukur fic ini berakhir manis dan baik baik saja! ❤ This week was rough for me and your gift cheers me up, Kak Geceeee😭😭😭 Ini ngangkat banget! And somehow reading your writings makes me feel loved. Semoga harapan-harapan baik yang terselip di fic ini menjadi kenyataan dan balik juga ke Kak Gece ku sayang hehehe.

    I LOVE YOU SO MUCH KAK GECEEE ❤ PLEASE BE HAPPY BECAUSE YOU DESERVE IT ❤

    Liked by 1 person

    • hai hani sayang …. hahahaha glad you like it ^^ iya kan ya biasanya kita tuh yang ngehaluin idol, kali ini tukeran gitu parallel world bias yang ngehaluin kita ^^ makasih utk pujianmu hwhwhhwwhwh aku kira ini kepanjangan dan boring gitu soalnya 😦 aku jadi terharuuu…

      thankyou utk ucapan2mu haahah thanks juga syudah mampir I LOVE YOU TOO DEAR ❤ ❤ ❤

      Liked by 1 person

How does it taste?